Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengkritik Dana Bagi Hasil (DBH) Nikel dinilai tidak adil terhadap pemerintah daerah. Dia ingin 45% penerimaan negara melalui DBH diberikan ke daerah. Hal itu disampaikan Bahlil saat menggelar sidang terbuka promosi doktor di Universitas Indonesia (UI), Rabu (16/10/2024). . Berdasarkan temuan mereka, warga di kawasan industri nikel tidak menerima manfaat lebih. Setidaknya hal ini terjadi di Morowali, Sulawesi Tengah, dan Halmahera Tengah, Maluku Utara. Faktanya, nilai ekspor nikel di kedua wilayah tersebut meningkat secara signifikan sebelum dan sesudah tren penurunan negara tersebut. Ke depan atau pada 2023, nilai ekspor nikel akan meningkat hingga US$34 miliar, namun, kata Bahlil, pendapatan pemerintah daerah hanya mendapat sebagian kecil dari pencapaian tersebut. “Pemerintah pusat hanya memberikan kepada kabupaten sebesar Rp1,1 triliun lebih dan provinsi hanya Rp900 miliar,” kata Bahlil yang juga mengusulkan peningkatan porsi pendapatan negara melalui DBH dari 30% menjadi 45% yang diberikan kepada daerah. “Saya kira ke depan kita akan melakukan perubahan, yang kita usulkan adalah antara 30% sampai 45% pendapatan negara yang ingin kita distribusikan ke daerah,” ujarnya. Menurut Bahlil, warga daerah juga harus diperlakukan adil di hilir proses nikel. Pasalnya, mereka mengalami kerugian yang cukup besar. Ia menjelaskan, lingkungan dan kesehatan warga di wilayah tersebut terganggu. Bahlil mengatakan, masyarakat Morowali banyak terkena penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau ASI akibat debu industri. Sementara itu, Bahlil tidak merinci sosok ISPA di Halmahera. Ia hanya menyebut angka ISPA di kabupaten tersebut lebih baik dibandingkan di Morowali. Selain itu, kata Bahlil, di hilir sungai juga memperburuk kualitas air di sekitar industri. Dan air di sana membuat air di Morowali terhenti, Pak, tapi ini jauh lebih baik dibandingkan di Halmahera Tengah, katanya. Namun, Bahlil meminta maaf atas kesalahan tembakannya. Ia berdalih, hal itu terjadi karena hilirisasi merupakan program baru. Jadi pemerintah tidak punya pengalaman. Meski demikian, mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini mengatakan hilirisasi sungai masih merupakan langkah baik yang dilakukan pemerintah. “Memulai secara singkat jauh lebih baik daripada tidak memulai sama sekali dan kita akan melakukan perbaikan,” kata Bahlil.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel