Ekonomi China Lesu, Ekspor Nonmigas RI Tetap Tumbuh September 2024

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor migas ke China setiap bulannya mengalami peningkatan. Peningkatan ekspor terjadi di tengah kondisi perekonomian Tiongkok yang masih penuh tantangan. 

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pangsa migas non-ekspor ke China pada September 2024 sebesar 25,56% atau tertinggi dibandingkan ASEAN, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. 

“Ekspor nonmigas ke China sebesar US$5,34 miliar dan meningkat 0,34% dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Amalia dalam rilis BPS, Selasa (15/10/2024). 

Sedangkan nilai ekspor nonmigas ke Tiongkok pada September 2024 sebesar 5,34 miliar dolar, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,32 miliar dolar. Secara tahunan, nilai ekspor migas ke Tiongkok meningkat 3,53% atau meningkat dari US$ 5,16 miliar pada September 2023. 

Sementara itu, total nilai ekspor migas Indonesia ke Tiongkok mengalami penurunan sebesar 6,27% menjadi senilai US$42,5 miliar atau turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$45,3 miliar. 

Secara keseluruhan, 3 negara tujuan ekspor terbesar adalah Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Nilai ekspor ketiga negara ini menyumbang 43,57% terhadap total ekspor migas Indonesia pada September 2024 yang mencapai US$22,08 miliar. 

Ekspor utama Tiongkok saat itu adalah besi dan baja, bahan bakar mineral, nikel dan produk-produknya. Sedangkan ekspor ke kawasan ASEAN dan Uni Eropa pada periode tersebut masing-masing memberikan kontribusi sebesar 18,02% dan 7,11%.

Seperti diketahui, situasi perekonomian Tiongkok sedang menghadapi masalah deflasi yang serius karena indeks harga konsumen atau inflasi dan harga di tingkat pabrik sedang turun. 

Data Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat indeks harga konsumen (CPI) di China tercatat meningkat sebesar 0,4% dibandingkan September 2023. Catatan tersebut ditopang oleh kenaikan harga sayuran. baru. .  

Namun kenaikan tersebut turun ke angka Agustus 2024 sebesar 0,6%. Inflasi Tiongkok juga berada di bawah perkiraan 0,6% dari survei ekonom Bloomberg.

Sementara itu, inflasi inti meningkat sebesar 0,1% pada bulan September, atau terendah sejak Februari 2021. Sementara itu, output manufaktur mengalami penurunan selama 24 bulan berturut-turut, yaitu sebesar 2,8% year-on-year (yoy), lebih besar dari 2,6%. kemunduran para ekonom. mengharapkan. 

Data tersebut menyoroti lemahnya permintaan domestik sebelum pemerintah meluncurkan serangkaian langkah stimulus pada akhir September untuk menghidupkan kembali perekonomian.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *