Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) mengatakan satelit orbit rendah Starlink menggunakan pembatasan penggunaan wajar atau fair use policy (FUP) di beberapa rumah tangga (RT/RW net) secara bersamaan. 

FUP adalah paket penggunaan internet dengan batasan penggunaan tertentu. Skema ini memungkinkan perusahaan internet untuk mengambil sikap terhadap penggunaan internet konsumen ketika angka penggunaan melebihi ambang batas. 

Banyak ISP Indonesia seperti IndiHome dan Biznet yang mengadopsi cara ini untuk “memeriksa” kecepatan internet ketika pengguna melebihi batas pemakaian. Dalam kasus Starlink, penggunaan yang tidak semestinya akan langsung dihukum berdasarkan APJII.

Sekretaris Jenderal APJII Zulfadli Shyam mengatakan, perangkat Starlink dapat digunakan di banyak rumah tangga dengan menggunakan alat khusus. 

Metode ini sudah diterapkan untuk mengurangi tekanan masyarakat dalam memanfaatkan layanan online. 

Misalnya biaya bulanan Starlink sekitar Rp 750.000, dibandingkan membayar sendiri, membagi beban pembayaran kepada 3 orang akan mengurangi biaya. Zulfadli juga menyampaikan bahwa Starlink kini menjadi anggota APJII. 

“Jika WiFi ini ditempatkan di tiga rumah, Starlink bisa diakses. Namun, itu yang menjadi kendala ketika dikomersialkan, kata Zulfadi kepada Bisnis, Selasa (10/8/2024).

Dia menjelaskan, lalu lintas Starlink masih bisa wajar dan umum jika dibagikan kepada banyak pengguna tanpa keuntungan. 

Berbagai kondisi komersialisasi. Pembeli menggunakan Starlink yang diperoleh dari penjual tidak sah secara acak, yang mempengaruhi ketidakteraturan lalu lintas dan diblokir jika dibaca oleh Starlink. 

“Mereka [Starlink] akan melihat dari FUP bahwa itu akan diblokir pada malam hari. “Kalau semua perangkat tetap di 100 Mbps, maka akan diblokir karena itu tidak wajar,” kata Zulfadly. 

Perangkat jaringan Starlink milik Elon Musk diperkirakan akan terus dijual dengan harga lebih murah di Indonesia. Baru-baru ini, Starlink Equipment kembali menurunkan harga sebesar 33% menjadi Rp 3,9 juta per 16 September.

Direktur Eksekutif Lembaga Informasi Indonesia Heru Sutadi berpendapat, sebagai pendatang baru, Starlink harus berusaha menarik pengguna dengan menjual harga layanan internet yang lebih murah dibandingkan operator seluler atau broadband sebelumnya.

Tak hanya itu, Heru juga melihat langkah Starlink yang menurunkan harga layanan bulanan untuk merebut pasar telekomunikasi Indonesia. Karena layanan Starlink paling murah dibanderol Rp 750.000.

Kalau untuk harga saat ini masih Rp 750.000 per bulan, sepertinya [Starlink] bisa menghitung ulang pasar Indonesia, tidak mungkin menjualnya dengan harga lebih murah, kata Heru kepada Bisnis, Kamis. (15/8/2024).

Heru mengatakan persaingan harga sejalan dengan sensitifnya pasar di Indonesia. Artinya persaingan harus dilakukan dengan menjual produk yang lebih murah dibandingkan pesaing lainnya.

Dengan tantangan tersebut, Heru kembali menegaskan bahwa Indonesia harus bersiap mewaspadai predatory pricing dengan menjual produk di pasar bawah sejak masuk ke Starlink.

“Karena dampak predatory pricing baru bisa dinilai ketika operator mati, penyedia internet bangkrut, dan kami tidak ingin hal itu terjadi.” “Cara berhati-hatinya adalah dengan mengingatkan masyarakat agar menjual produknya di bawah harga pasar,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *