Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia membutuhkan banyak waktu dan tenaga ekstra untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun.
Hendry Saparini, ekonom senior Core Indonesia, mengatakan terdapat kecenderungan rata-rata pertumbuhan ekonomi terus menurun dari sekitar 7% per tahun pada tahun 1980-1990 menjadi hanya sekitar 5% akhir-akhir ini.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2004-2014 hanya sebesar 5,7%. Jadi pada 2015-2023 rata-ratanya turun menjadi 4,9%.
“Kami ingin mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 8%.” “Tetapi fakta nyata yang kita hadapi, jika dilihat secara time series, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang menurun,” kata Hendry dalam seminar nasional bertajuk “Urgensi Industrialisasi untuk Mencapai Pertumbuhan 8%” di Jakarta, Rabu (16.10). .2024).
Bahkan, Hendry menjelaskan, untuk keluar dari middle income trap diperlukan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Pertumbuhan ekonomi ini juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama, agar tercipta lapangan kerja yang besar dan nilai tambah yang besar.
Sementara itu, Indonesia sudah lama berada pada level negara berpendapatan menengah sejak tahun 1996. Di sisi lain, studi yang dilakukan Felipe (2012) menemukan bahwa suatu negara memiliki waktu 42 tahun untuk keluar dari negara berpendapatan menengah.
“Dapat kita simpulkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat rendah, sangat rata-rata, dan sangat eksklusif. Faktanya, yang kita butuhkan adalah yang tinggi dan inklusif. Ini tidaklah tinggi dan eksklusif. “Jadi ini yang harus kita ubah, karena kita harus menuju ke 8%,” ujarnya.
Oleh karena itu, Hendry mengatakan jalan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah adalah dengan melakukan lompatan pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, jelas Hendry, agar semua negara bisa menjadi negara maju, diperlukan lompatan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan per kapita.
Sayangnya, Hendry menilai perekonomian Indonesia tidak bergerak dan tertinggal jauh dari negara-negara di kawasan Asia. Misalnya saja, Hong Kong dan Republik Korea membutuhkan waktu 7 tahun untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Sedangkan Singapura butuh waktu 10 tahun.
“Kalau kita lihat Indonesia pertumbuhan ekonominya sangat kecil. Kita tidak mau mundur, tapi ini yang menjadi dasar pilihan, yang harus kita jujur, perekonomian kita tidak bergerak. “Kami tidak bisa menaikkan level orang. pendapatan,” ujarnya.
Menurut Hendry, sektor yang mampu mendorong pertumbuhan berkualitas adalah manufaktur. Namun, Indonesia memang mengalami deindustrialisasi dini.
“Pengalaman negara maju, pada masa bonus demografi, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB sekitar 30-40%”,
Di sisi lain, kontribusi sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2002 adalah sekitar 32%, dan angka tersebut terus menurun hingga saat ini hanya sekitar 18% terhadap PDB. Hal ini juga berdampak pada sulitnya menciptakan lapangan kerja, nilai tambah, pendapatan per kapita dan menjadikan industri bergantung pada bahan baku dan barang penolong impor sehingga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran.
Oleh karena itu, saya meyakini diperlukan pendekatan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi menuju angka 8% yang inklusif. Salah satunya adalah penerapan ekonomi Pancasila yang didasarkan pada strategi dan kebijakan azas persatuan.
Menurutnya, strategi perekonomian harus menjamin setiap orang berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian dan menikmati hasil perekonomian (demokrasi ekonomi), pihak swasta, BUMN, dan koperasi diberikan kesempatan dan dilibatkan dalam kegiatan perekonomian.
Pemerintah juga harus merevitalisasi industri ini. Dalam hal ini membangun industri dasar dan menggerakkan seluruh sektor di seluruh daerah, termasuk industri manufaktur. Selain itu, terdapat strategi dan kebijakan industri yang canggih dan inovatif di tengah perubahan global.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel