Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Alas Kaki Indonesia (Aprisindo) memberikan pendapatnya terhadap kinerja industri alas kaki, khususnya yang berorientasi ekspor pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Presiden Africindo Eddy Widjanarko mengatakan, selama 10 tahun terakhir kepemimpinan Presiden Jokowi, ekspor alas kaki Indonesia tumbuh pesat hingga mencapai 64,5%. 

Padahal seharusnya pertumbuhan ekspor alas kaki bisa mencapai dua kali lipat dalam satu dekade, kata Eddy seperti dikutip, Rabu (16/10/2024). 

Capaian pertumbuhan ekspor sepuluh tahun terakhir ditopang oleh kinerja tahun 2022 sebesar $7,7 miliar atau tumbuh sebesar 88% dibandingkan kinerja ekspor tahun 2014 sebesar $4,1 miliar.

Ekspor Indonesia diyakini bisa meningkat dua kali lipat jika tidak terjadi penurunan permintaan global pada pertengahan tahun 2022 akibat perang di Eropa antara Rusia dan Ukraina.

Pertumbuhan ekspor mulai menurun pada akhir tahun 2023, dan pada tahun ini juga diperkirakan ekspor alas kaki mulai stabil dan diharapkan tumbuh positif meski masih kecil.

Ia menjelaskan: “Perkiraan kami menunjukkan bahwa ekspor pada tahun 2024 akan mencapai $6,7 miliar, atau meningkat sebesar 5% dibandingkan tahun 2023.” 

Selain itu, Eddy menilai kinerja ekspor alas kaki dalam sepuluh tahun terakhir tidak lepas dari sejumlah kebijakan Jokowi yang dinilai berani meski masih menghadapi tantangan. 

Misalnya, Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Ketenagakerjaan dan Pembangunan Mega-Infrastruktur, khususnya Jalan Raya Trans-Jawa, menjadi terobosan baru karena berhasil mengekang laju perpindahan industri padat karya ke luar Indonesia.

Menurut dia, UU PP 78 Tahun 2015 setidaknya mampu memberikan jaminan bahwa kenaikan upah minimum dapat diukur karena diatur dalam rumus matematika. 

Tak hanya itu, pembangunan Tol Trans-Jawa mampu memangkas waktu tempuh antar wilayah di Pulau Jawa. Hal ini membuka peluang pilihan daerah baru di Jawa Barat, Jawa Tengah, bahkan Jawa Timur sebagai tujuan investasi industri padat karya.

Terlebih lagi, di masa pandemi COVID-19, pemerintah telah dan terus membuka peluang manufaktur dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. 

Maka sejumlah kementerian mengeluarkan sejumlah peraturan pendukung, seperti Kementerian Perindustrian yang menerbitkan izin mobilitas operasi dan kegiatan industri (IOMKl).

“Sehingga industri yang berorientasi ekspor bisa tetap menjaga komitmennya terhadap permintaan global. Bahkan bisa menerima pesanan dari negara produsen sepatu yang menerapkan lockdown ketat,” ujarnya. 

Ia juga menyoroti pemberlakuan UU Cipta Kerja yang merupakan salah satu undang-undang yang menyelaraskan undang-undang ketenagakerjaan. 

Regulasi di bidang ketenagakerjaan mampu memberikan daya tarik yang kuat bagi industri alas kaki untuk berinvestasi di Indonesia. 

Di sisi lain, meskipun industri alas kaki saat ini sedang mengalami proses pertumbuhan, namun terdapat beberapa kendala yang masih menjadi tantangan bagi kemajuan investasi industri alas kaki Indonesia. 

“Setelah mencapai pasar utama Uni Eropa, ekspor Indonesia masih terbebani oleh tarif impor yang tidak kompetitif,” jelasnya. 

Pasalnya, rival Indonesia, Vietnam, memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa sehingga ekspornya bisa mendapat impor bebas bea. Tantangan daya saing bahan baku masih menjadi kendala peningkatan ekspor alas kaki Indonesia. 

Namun dukungan fasilitas impor ringan untuk tujuan ekspor berupa slave zone berhasil memudahkan akses impor bahan baku yang kompetitif bagi industri. 

Sayangnya, tidak semua industri memiliki akses terhadap fasilitas kawasan pabean sehingga industri lokal, khususnya yang bersifat PMDN, sulit bersaing di pasar ekspor dan dalam negeri, ujarnya. 

Selain itu, permasalahan klasik birokrasi perizinan usaha juga akan tetap menjadi kendala bagi investasi yang masuk. Kepastian memperoleh pelayanan perizinan, mulai dari kepastian memperoleh izin, kepastian waktu, kepastian jumlah izin dalam bentuk kuota, hingga biaya pengurusan izin, masih menjadi kendala. 

“Misalnya sekarang saja untuk mendapatkan izin lingkungan masih membutuhkan waktu yang lama, bisa sampai dua tahun dan biayanya sangat mahal,” tutupnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *