Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang keamanan produk tembakau dan rokok elektronik melanggar hak konsumen atas informasi akurat.
RPMK kebanjiran kritik karena memuat ketentuan kemasan polos.
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan mengatakan konsumen tidak mendapatkan informasi produk yang komprehensif dengan menerapkan peraturan tersebut.
Menurut dia, Kementerian Kesehatan harus memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas tentang produk yang digunakannya.
Usulan peraturan ini berisiko melanggar hak konsumen atas informasi yang akurat, kata Paido dalam keterangannya, Minggu (13/10/2024).
Ia menambahkan, kebijakan pemerintah harus mampu mencapai tujuan kesehatan sekaligus melindungi hak konsumen dan memberikan kesempatan bagi perokok dewasa.
Di sisi lain, Ali Ridho, pakar hukum Universitas Trisakti, menjelaskan RPMK tidak ada dasar terkait keamanan produk tembakau dan rokok elektronik terkait kemasan polos 24/2011. 28/2024 tentang Penerapan Undang-Undang (UU) Kesehatan. 17/2023 (PP 28/2024).
Penyusunan RPMK berbeda dengan amanat PP 28/2024. Karena PP 28/2024 hanya mengatur jenis gambar peringatan, bukan kemasan polos, maka Kementerian Kesehatan sudah melampaui batas kewenangannya dalam aturan turunannya.
Ali Ridho menambahkan, RPMK pada tanggal 7 juga ditemui berbagai pasal undang-undang. 8/1999 tentang perlindungan konsumen. TIDAK. secara hukum, setiap warga negara berhak mengetahui produk yang dibelinya.
Dampak dari penerapan kebijakan ini menimbulkan kebingungan di masyarakat. Menurut Ali Ridho, konsumen tidak mengetahui apakah produk yang digunakannya legal atau ilegal.
Kebijakan ini perlu dikaji ulang agar tidak berdampak signifikan terhadap kelangsungan industri dan perekonomian nasional karena tidak ada pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam perdebatan tersebut.
Sekjen Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasmita berharap RPMK tidak disahkan.
“Kebijakan ini terkait dengan banyak poin Konvensi Kerangka Kerja Internasional Pengendalian Tembakau yang belum diratifikasi oleh Indonesia, sehingga mengabaikan pemangku kepentingan di industri rokok elektrik,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel