Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Pelayanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (LLP-KUKM) atau Smesco mengungkapkan belum ada skenario nyata platform e-commerce China Temu bisa beroperasi di Indonesia.
Presiden Direktur Smesco Indonesia Wintor Rah Mada mengatakan jika Temu masuk ke Indonesia, maka akan menghancurkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Tanah Air.
“Tidak ada skenario yang memungkinkan, yang terjadi adalah kematian massal UKM lokal kita,” kata Wintor kepada Bisnis, Senin (14/10/2024).
Wientor menilai skema bisnis Temu memungkinkan setiap pabrik di China menjual langsung ke pelanggan di Indonesia.
Sebaliknya, kata dia, Temu tidak menjual produk kerajinan atau custom. Dengan demikian, usaha kecil dan menengah yang bergerak di kategori ini akan tetap mampu bertahan. Namun produk-produk yang dapat diproduksi massal seperti kosmetik, perawatan wajah (skin care), perawatan rambut, sepatu dan produk sejenis patut diwaspadai.
Berdasarkan pantauan Wientor, Temu yang sudah masuk ke Eropa dan Amerika Serikat (AS), menjual berbagai macam produk dengan harga sangat murah dan dikirimkan langsung dari pabriknya, bahkan dengan gratis ongkos kirim.
Bahkan, Wientor menjelaskan 96% UKM di Indonesia masih merupakan usaha mikro. Dampaknya, industri ini akan terkena dampak langsung dengan masuknya Temu ke Indonesia. “Salah satunya ya, matinya UKM lokal karena kalah bersaing dalam hal harga,” imbuhnya.
Selain komposisi usaha mikro yang masih mendominasi, Wientor juga mengingatkan bahwa 97% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor UMKM. Untuk mengeluarkan Indonesia dari middle income trap tahun 1985, lanjutnya, kita perlu memperkuat sektor UKM.
Menurut dia, melemahnya sektor ini merupakan salah satu dampak melemahnya usaha mikro yang akan menghambat segalanya, termasuk upaya transisi emas Indonesia menuju tahun 2045 yang membutuhkan pendapatan per kapita sebesar 30.000 dolar AS.
Namun Wintour melihat pemerintah mengambil tindakan keras terhadap masyarakat. Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak mengizinkan platform asal China ada di Indonesia.
“Jangan sampai berhasil, tolak akses aplikasi tersebut ke negara kita dan blokir aplikasinya,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, pentingnya topik-topik tersebut harus lebih ditingkatkan agar lebih banyak orang dapat memahaminya. Menurut dia, masyarakat bisa mengingatkan pemerintah sebagai penyeimbang bahwa pertemuan ini akan berdampak langsung pada kelangsungan usaha.
“Seimbangnya, pemerintah dengan tegas tidak memberikan izin dan masyarakat dengan tegas menolak adanya perkumpulan tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir platform e-commerce Temu karena platform China tersebut dapat mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Prabunindya Revta Revolution mengatakan kepada Revolution bahwa aplikasi Temu tidak sesuai dengan peraturan Indonesia. Ia juga melihat potensi mereka mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Terkait aplikasi Temu, dari segi model bisnisnya jelas tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia, baik dari sisi perdagangan maupun ekosistem UMKM yang harus kita jaga dan jaga, kata Prabu dalam keterangan resminya. Dikutip pada Senin (14/10/2024).
Menurut Prabu, aplikasi Temu menghubungkan langsung produk dari pabrik ke konsumen sehingga memungkinkan terjadinya predatory pricing atau dumping harga. Karena itu, kata dia, dinilai sangat berbahaya bagi usaha kecil menengah lokal.
“Jika produk luar negeri masuk dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk UMKM, konsumen pasti akan memilih yang lebih murah. “Hal ini membuat UKM kita sulit bersaing,” jelasnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menilai keberadaan aplikasi Temu dapat merugikan ekosistem bisnis UMKM, terutama ketika harga produk luar negeri terlalu rendah dan mengancam keberlangsungan usaha kecil. Oleh karena itu, lanjut Prabu, pemerintah harus bertindak tegas untuk melindungi UKM lokal.
Prabu juga menegaskan, aplikasi Temu tidak terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia. “Bila tidak terdaftar sebagai PSE, kemungkinan pemblokiran terbuka,” imbuhnya.
Sementara itu, pemblokiran dilakukan karena Temu tidak mendaftar sebagai PSE di Indonesia. Padahal, lanjut Prabhu, proses pendaftaran PSE dikatakan mudah, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda dari Themu.
“Jika PSE tidak menaati aturan apalagi bertindak ilegal, jelas kita harus bertindak untuk melindungi kepentingan UKM dan konsumen di Indonesia,” jelasnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel