Bisnis.com, JAKARTA – Peran impor pangan dari sudut pandang perekonomian internasional adalah untuk menunjukkan komitmen pemerintah terhadap konsumen (masyarakat).
Impor dilakukan untuk menurunkan harga pangan dalam negeri sehingga meningkatkan akses konsumen (masyarakat) terhadap barang tersebut.
Dalam kondisi di mana harga pangan tertentu merupakan faktor penting dalam inflasi, impor pangan juga berfungsi untuk mengendalikan inflasi. Di Indonesia, beras merupakan produk pangan yang mempunyai kontribusi penting terhadap pembentukan inflasi.
Melihat fenomena impor beras di Indonesia, tampaknya impor beras belum mampu menstabilkan harga beras. Fenomena tersebut dapat kita lihat dari data dan fakta berikut ini: Pertama, jika melihat perilaku impor beras selama tahun 2023-2024, kita melihat adanya anomali impor beras.
Pada tahun 2023, Indonesia diketahui mengimpor beras sebanyak 3,06 juta ton atau meningkat sebesar 613,61% dibandingkan tahun 2022. Sementara itu, hingga akhir Agustus 2024, impor beras akan mencapai 2,56 juta ton atau sekitar 1,1 juta lebih banyak dari kuota impor. ton dari target 3,6 juta ton pada tahun 2024. Artinya Indonesia mengimpor 5,7 juta ton beras dalam 2 tahun terakhir.
Fenomena impor beras menjadi menarik jika dikaitkan dengan perilaku harga beras. Data harga beras Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional tahun 2023 hingga Maret 2024 terus menunjukkan tren kenaikan.
Harga beras pada awal tahun 2023 sebesar Rp13.050 per kg (10 Februari 2023), kemudian naik menjadi Rp13.600 per kg pada 18 Agustus 2023 dan Rp14.650 per kg pada 12 Januari 2024 dan menjadi Rp15.350 rupee per kg pada 30 Agustus 2024.
Fenomena kenaikan harga yang terus menerus seiring dengan impor beras yang dilakukan pemerintah pada tahun 2023 sebanyak 3,06 juta ton dan pada bulan Agustus 2024 sebanyak 2,56 juta ton beras menunjukkan bahwa impor tidak berperan dalam menurunkan harga beras dalam negeri. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan apakah hanya terjadi pada tahun 2023 dan 2024 ataukah merupakan fenomena umum di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Jika saya melaporkan data impor beras Indonesia berdasarkan statistik bulanan FAO periode 2017-2022 dan data harga beras dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional pada periode waktu yang sama dengan menggunakan model koreksi kesalahan, saya menemukan bahwa impor beras Indonesia tidak ada hubungannya dengan impor beras Indonesia. pengaruh statistik terhadap harga beras di Indonesia.
Namun, di sisi lain, harga beras mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap indeks harga konsumen (atau inflasi) Indonesia.
Kita tidak boleh lupa bahwa impor beras tidak hanya dimaksudkan untuk membantu konsumen tetapi juga untuk membantu petani. Data Sensus Pertanian BPS terkini menunjukkan jumlah pekebun (yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar) sebanyak 17.248.181 petani. Bila jumlah petani yang memanfaatkan lahan sebanyak 27.799.280 petani, maka 62,05% petani di Indonesia adalah petani kecil (BPS, 2023).
Petani kecil berstatus konsumen bersih beras karena mereka mengkonsumsi lebih banyak beras dibandingkan produksinya. Meskipun sebagian dari mereka menanam padi, namun hasil panen yang dihasilkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri, dan biasanya dibeli pada saat panen. Oleh karena itu, mereka harus membeli beras untuk konsumsi rumah tangga dari pasar.
Sebagai konsumen bersih, mereka lebih rentan terhadap fluktuasi harga beras karena mereka tidak sepenuhnya bergantung pada produksi pangan mereka sendiri. Ketika harga beras di pasaran meningkat, beban ekonomi mereka semakin berat seiring dengan meningkatnya biaya pembelian beras.
Oleh karena itu, artikel ini mengingatkan para pengambil kebijakan bahwa impor beras harus kembali berperan sebagai kebijakan stabilisasi harga beras ketika harga beras naik. Jika beras diimpor tetapi tidak mempengaruhi stabilisasi harga beras, hal ini menandakan kebijakan impor tersebut boros.
Selain itu, kebijakan impor yang tidak mempengaruhi stabilitas atau jatuhnya harga beras cenderung bersifat rent-seeking. Impor dilakukan dalam jumlah besar, namun harga di dalam negeri tidak turun, hal ini menunjukkan bahwa impor tidak bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Beberapa pencari rente di pasar beras mendapat manfaat dari fenomena ini.
Insentif pencarian keuntungan ini akan terus berlanjut kecuali jika impor dapat menurunkan harga beras dalam negeri. Ketika selisih antara harga beras dalam negeri dan harga internasional mendekati nol akibat masuknya beras impor ke pasar dalam negeri, maka insentif mencari rente akan hilang, dan hal ini hanya akan terjadi jika harga beras dalam negeri turun akibat impor beras. .
Dalam melakukan evaluasi impor beras, DPR RI juga harus mempertimbangkan dampak impor tersebut. Jika beras diimpor dalam jumlah besar, namun masyarakat masih terbebani dengan kenaikan harga beras, hal ini menunjukkan bahwa impor tersebut tidak untuk kepentingan masyarakat, melainkan menguntungkan pihak-pihak yang ingin menuntut sewa atas impor beras.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA