Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Fintech Indonesia (AFTech) menilai program intervensi kredit masih memiliki potensi yang baik, meski sudah banyak bank digital yang mulai menawarkan pinjaman langsung melalui aplikasi sendiri.
Abinprima Rizky, Direktur Pemasaran, Komunikasi, dan Pengembangan Komunitas AFTECH, mengatakan potensi kolaborasi antara bank dan sektor fintech akan terus tumbuh seiring dengan semakin banyaknya organisasi yang ingin menyediakan produk keuangan yang nyaman bagi semua orang.
“Berbicara tentang kekuatan saluran ini, saya yakin semua orang ingin berkolaborasi sekarang di masa depan. “Semua ingin kita mudah mengakses pasar keuangannya, sehingga tren channel atau open finance semakin meningkat,” ujarnya kepada Bisnis, seperti dilansir Rabu (24/10/2024).
Abinprima menjelaskan, fitur ini terlihat ketika masyarakat menggunakan mobile banking, dimana nasabah dapat menyimpan e-wallet, membayar listrik dan melakukan banyak transaksi lainnya dimanapun dan kapanpun.
Lebih lanjut, strategi utama AFTECH untuk meningkatkan kolaborasi saat ini adalah mempertemukan pelaku fintech dengan lembaga keuangan lain seperti perbankan, asuransi, dan pasar modal.
“Ada banyak kemungkinan yang dapat dan dapat dilakukan oleh mereka [fintech], misalnya dari gateway pembayaran, integrasi fintech, atau penilaian kredit baru yang dapat mendukung operasional layanan keuangan dan kelancaran bisnis satu sama lain,” jelasnya.
Seperti kita ketahui, saat ini banyak pelaku perbankan digital yang menunjukkan keinginan untuk bisa melakukan tes kredit online langsung dengan nasabahnya.
Salah satunya, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang akan mendapat ‘klik’ baru untuk mendongkrak kinerja kredit, selain mengandalkan skema kemitraan atau channel dengan banyak mitra.
Tak hanya Bank Jago, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) yang juga mengelola sistem channel dengan puluhan mitra juga telah merilis produk Neo Pinjam, produk pinjaman langsung yang ditawarkan perseroan melalui aplikasi NeoBank.
Amin Noordin, dosen senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), berpendapat bahwa perencanaan saluran erat kaitannya dengan konsep pembagian risiko antara bank dan fintech.
Meski demikian, tren rencana saluran akan terus berlanjut di masa depan. Pasalnya, bank merupakan bisnis yang dianggap sangat terregulasi, sedangkan fintech memiliki kemampuan untuk secara agresif menerapkan inovasi baru, termasuk memberikan pinjaman, agar tetap kompetitif.
Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa fintech dapat membantu bank menyediakan pendanaan, bahkan di wilayah-wilayah yang belum tersentuh oleh perbankan.
“[Saat menerapkan skema channel] ada beberapa hal yang [bank] harus perhatikan, mulai dari pengelolaan fintech, regulasi kredit fintech hingga risiko non-performing loan [NPL],” ujarnya kepada BusinessLine.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel