Bisnis.com, Jakarta – Nomenklatur berbagai kementerian pada masa pemerintahan Presiden Prabov Subjanto dan Wakil Presiden Gibran Rakabumin Luck.
Usai resmi menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabovo-Gibran langsung mengumumkan susunan rombongan pemerintahannya yang akan tergabung dalam Kabinet Merah Putih.
Komposisi pemerintahan baru bertambah dari 34 kementerian pada masa pemerintahan Joko Widodo (Yokowi), presiden ketujuh RI, menjadi 48 kementerian. Beberapa di antaranya berasal dari nomenklatur berupa penggabungan kementerian dan pemisahan kementerian sebelumnya.
Salah satunya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kementerian yang sebelumnya dipimpin oleh Sandiaga Salahuddin Uno ini dipecah menjadi Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif pada masa pemerintahan Prabov.
Saat ini Menteri Pariwisata dijabat oleh Vidyanti Putri Vardhana dan Menteri Ekonomi Kreatif dijabat oleh Thuku Rifki Harsia. Menteri melaksanakan tugasnya dengan bantuan wakil menteri.
Perdana Menteri Prabovo menunjuk Nyi Lu Enik Elmavati sebagai Wakil Menteri Pariwisata, dan Irene Umar menjabat sebagai Wakil Menteri Ekonomi Kreatif.
Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2020 hingga 2024, menilai Prabovo dan jajarannya telah merancang pemisahan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif secara matang.
Pemisahan ini berdasarkan keputusan mendasar dengan harapan kementerian bisa fokus pada 13 subsektor pariwisata dan 17 subsektor ekonomi kreatif, kata Sandy dalam konferensi pers di Kementerian Pariwisata dan Penciptaan I menurutku ada,” ujarnya. Biro Perekonomian, Senin (14 Oktober 2024).
Sementara itu, pada Senin (21 Oktober 2024), Perdana Menteri Prabovo secara resmi menunjuk menteri kabinet dan wakil menteri yang akan membantu menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan. Bapak Vidyanti Putri Vardhana dilantik sebagai Menteri Pariwisata dan Bapak Tuku Rifki Harsia sebagai Menteri Ekonomi Kreatif.
Memang benar, perombakan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di pemerintahan bukanlah hal baru. Pada tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Judjono menambahkan Ekonomi Kreatif ke dalam Kementerian Pariwisata, dan namanya diubah menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Saat itu, pada pemerintahan pertama Jokowi dan pada tahun 2014, kementerian hanya mengelola sektor pariwisata. Sementara itu, Jokowi mendirikan Badan Ekonomi Kreatif pada Januari 2015 untuk mendukung pertumbuhan industri kreatif.
Belakangan, pada periode keduanya, Jokowi menggabungkan Badan Ekonomi Kreatif ke dalam Kementerian Pariwisata. Oleh karena itu, namanya diubah lagi menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Peningkatan efisiensi
Pengamat pariwisata Universitas Sudirman (Unsoed) Çusmel memperkirakan pemisahan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif dapat meningkatkan efisiensi penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja masing-masing kementerian.
“Masing-masing kini bisa lebih fokus pada bidang pekerjaannya masing-masing, yang sebelumnya masih terkadang tumpang tindih,” kata Chasmer kepada Bisnis baru-baru ini.
Ia berharap Kementerian Pariwisata dapat mendorong sektor pariwisata dengan tujuan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara serta meningkatkan devisa dari sektor pariwisata.
Selain meningkatkan kunjungan wisatawan dan devisa, Chusmel berharap Kementerian Pariwisata mampu mengatasi permasalahan serius yang dihadapi industri pariwisata saat ini.
Sementara Kementerian Ekonomi Kreatif dapat meningkatkan produktivitas dan mendiversifikasi ekonomi kreatif dengan mengedepankan potensi lokal Indonesia. penyesuaian anggaran
Bhima Yudhisthira, Direktur Eksekutif Pusat Penelitian Ekonomi dan Hukum (Selios), mengatakan kedua bidang ini memerlukan perhatian khusus agar implementasi program di kementerian lebih efektif.
Sebab, meski keduanya bersinggungan, namun subsektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia memerlukan banyak dukungan khusus dan implementasi kebijakan yang lebih cepat. Terlebih lagi, industri pariwisata masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pascapandemi COVID-19, kata Beema.
Menurut dia, hal penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintahan Prabov adalah alokasi anggaran pariwisata dan ekonomi kreatif akan diperluas secara signifikan.
“Anggaran gabungannya akan sama. Itu yang membuat pemekaran kementerian/lembaga ini kurang efektif,” kata Bhima.
Meski terjadi peningkatan anggaran, Perdana Menteri Beema menghimbau agar kementerian tidak menyia-nyiakan anggaran yang ada untuk belanja birokrasi yang tidak memiliki korelasi langsung dengan penyelesaian program pariwisata dan ekonomi kreatif.
Bima berharap pengalihan anggaran yang lebih besar ke Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif menjadi peluang untuk semakin memacu pertumbuhan perekonomian Indonesia.
“Saat ini pangsa PDB masih 6,5%, namun ke depan mungkin perlu ditingkatkan menjadi 10-15% untuk menyerap peluang kerja yang lebih baik di sektor ekonomi kreatif,” tutupnya. Tanggapan majikan
Pemisahan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif mendapat reaksi beragam dari kalangan pengusaha. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menilai tidak ada masalah dengan pengalihan Kemenparekraf.
Ketua Umum Gipi Hariyadi Sukhamdani mengatakan, pembagian kementerian tidak menjadi masalah selama kedua kementerian saling bekerja sama karena kedua bidang tersebut bersinggungan.
Dia mengatakan, permasalahan sebenarnya muncul dari internal karena pemerintah perlu menyesuaikan nomenklatur yang ada. “Sebenarnya ini soal pemerintah dan sebenarnya agak rumit, tapi bukan soal pelakunya,” kata Hariyadi.
Hal senada juga diungkapkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingat besarnya sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Meski demikian, Maulana Yusran, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Appindu, mengatakan pembagian kementerian tentu tidak mudah di tahun pertama dan sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha.
Dia mengatakan kementerian semakin enggan karena perlu melakukan serangkaian penyesuaian. “Hampir setahun kami tidak bisa berbuat apa-apa karena nomenklaturnya belum jelas karena pengalaman pariwisata dan ekonomi kreatif saling terkait,” kata Maulana.
Oleh karena itu, para pebisnis kembali mempertanyakan keputusan Prabov yang menerapkan nomenklatur tersebut. Lebih lanjut, Perdana Menteri Prabovo menargetkan pertumbuhan ekonomi di level 8%.
“Dinamika itu sebenarnya akan menjadi pertanyaan bagi kita semua.” Bukankah hal itu akan mengganggu kerja pemerintah? tutupnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan VA Channel