RI Impor 3,2 Juta Ton Beras, Pengamat Soroti Kurang Optimalnya Serapan Beras Petani

Bisnis.com, Jakarta – Pengamat memperkirakan pemerintah mengimpor jutaan beras karena Badan Urusan Logistik (Bulog) tidak mampu memanfaatkan gabah atau beras dalam negeri secara maksimal.

Indonesia masih akan mengimpor beras sebanyak 3,23 juta ton senilai USD 2,01 miliar pada Januari-September 2024. Sementara impor beras terbanyak berasal dari Thailand, Vietnam, dan Pakistan.

Eliza Mardian, pengamat pertanian di Center for Economic Reform (Core), menyatakan lebih dari 75% cadangan beras pemerintah (CBP) diimpor.

Eliza menyatakan, keputusan pemerintah mengimpor jutaan beras terutama untuk menyalurkan 10 kilogram beras untuk kesejahteraan masyarakat (banso). Sedangkan bagian kedua adalah stabilisasi harga melalui distribusi beras untuk stabilisasi persediaan pangan dan harga (SPHP).

Apalagi pemerintah merencanakan pengiriman beras hingga Desember 2024. Tentu hal ini akan berdampak pada impor yang semakin meningkat, kata Eliza Bisni, Rabu (16/10/2024).

Menurut Eliza, optimalnya serapan gabah atau beras dari petani yang dilakukan Bulog salah satunya disebabkan oleh jenis beras yang diterima Bulog. Di sisi lain, petani belum cukup memanfaatkan teknologi dimana mereka masih mengeringkan gabah dengan menggunakan sinar matahari. Akibatnya kualitas gabah menurun.

Demikian pula, harga pokok penjualan (CGS) dianggap kurang disesuaikan dengan perubahan biaya produksi pertanian dan tingkat inflasi. “Akibatnya, petani lebih tertarik menjual ke pedagang yang harganya mungkin lebih tinggi,” ujarnya.

Selain itu, Eliza mengungkapkan, petani juga memiliki keterbatasan modal. Alhasil, petani menjual dengan sistem titipan.

“Setelah panen, beras diangkut oleh pedagang dengan harga lebih murah dari rata-rata pasar karena petani sudah dibayar di muka. “Jadi kami tidak bisa menjual Bulog,” jelasnya.

Sementara itu, lanjutnya, petani yang tidak menggunakan sistem obligasi seringkali merasa ragu untuk menjual produknya ke Bulog karena kurangnya informasi dan biaya transportasi. Lain halnya jika petani menjual hasil berasnya ke pedagang pengepul.

“Kalau jual ke dealer, bolanya diambil oleh dealer. Petani tidak perlu lagi khawatir mengenai pengiriman barang dan biaya yang harus dikeluarkan Bulog. Gudang Bulog tidak ada di setiap desa.

Lebih lanjut, Eliza menilai besar kecilnya impor beras sangat bergantung pada kecepatan dan keberhasilan pemerintah dalam memitigasi dampak El Nino atau La Nina.

Menatap tahun 2023, Eliza menyatakan produksi beras di Indonesia akan turun sebanyak 440.000 ton akibat fenomena El Nino. Sedangkan impor mencapai 3,2 juta ton.

Sebab, beras tidak hanya digunakan untuk menstabilkan harga melalui operasi pasar, tetapi juga untuk menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat miskin, tegasnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *