Bisnis.com, JAKARTA — Penerbit tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex berterus terang soal besaran utangnya kepada PT Indo Bharat Rayon (IBR), menggugat pailit perusahaan tersebut di Pengadilan Negeri Niaga (PN) Semarang.

Berdasarkan informasi di situs resmi SIPP PN Niaga Semarang, pemohon yaitu PT Indo Bharat Rayon mengusulkan pembatalan penyelesaian dengan tergugat karena tidak memenuhi kewajiban pembayaran.

Direktur Keuangan SRIL Welly Salam mengatakan, PT Indo Bharat Rayon (IBR) merupakan salah satu kreditur utang dagang perseroan. Namun, tidak ada nama IBR dalam laporan keuangan perseroan.

Pasalnya, lanjut Welly, karena seluruh kreditur yang termasuk dalam utang dagang tersebut tercantum dalam utang dagang pihak ketiga. Pasca putusan pailit, SRIL masih memiliki utang sebesar Rp 101,3 miliar (Rp 101.308.838.984) kepada IBR.

“Perusahaan masih memiliki saldo utang pada IBR sebesar Rp101,3 miliar yang berdasarkan laporan keuangan konsolidasi per 30 Juni 2024 mewakili 0,38% dari total utang perseroan,” kata Welly dalam keterangan Sahamnya di Indonesia. . Menukarkan. Situs (BEI), dikutip Sabtu (26/10/2024).

Menurutnya, IBR merasa belum menerima pembayaran atas kewajiban Sritex Group berdasarkan Keputusan Homologasi Juli 2023, yakni membayar angsuran bulanan sebesar USD 17.000, dan/atau dibayar penuh pada saat jatuh tempo.

“Sritex Group menilai ketentuan tersebut tidak bersifat kumulatif, dan nyatanya Sritex Group melakukan beberapa pembayaran yang melebihi ketentuan minimum yang ditentukan dalam Keputusan Homologasi,” jelasnya.

Menyikapi putusan pailit tersebut, SRIL bersama PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries (Sritex Group) menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Aji Wijaya & Co yang akan mendampingi dan mewakili Sritex Group dalam proses kasasi. . upaya hukum terhadap Putusan Pembatalan Homologasi (Sidang Kasasi).

“Saat ini perseroan masih berupaya mengajukan banding atas Keputusan Pembatalan Homologasi dan perseroan masih menjalankan aktivitas operasional seperti biasa untuk tetap memenuhi kewajibannya,” kata Welly.

Oleh karena itu, SRIL menyatakan akan tetap beroperasi secara normal dan berupaya meningkatkan produksi dengan mengadakan perjanjian kerja sama dengan beberapa negara dan pihak lain untuk meningkatkan pendapatan perusahaan guna terus memenuhi target kewajiban berdasarkan Keputusan Homologasi.

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2023, Sritex memiliki total kewajiban sebesar $1,6 miliar. Jumlah ini termasuk liabilitas jangka pendek sebesar $113 juta dan liabilitas jangka panjang sebesar $1,49 miliar.

Kewajiban jangka pendek Sritex meliputi utang jangka pendek sebesar US$11 juta, utang perdagangan jangka pendek sebesar US$31,86 juta, dan surat utang jangka menengah sebesar US$5 juta.

Sedangkan liabilitas jangka panjang Sritex didominasi oleh utang bank sebesar $858,04 juta, obligasi bersih sebesar $371,86 juta, dan utang perdagangan jangka panjang dengan pihak berelasi sebesar $92,51 juta.

Manajemen Sritex menyebutkan SRIL mencatatkan rugi bersih pada 2023 sebesar $174,84 juta. Pada saat yang sama, SRIL melaporkan defisit dan kekurangan modal masing-masing sebesar USD 1,16 miliar dan USD 954,82 juta.

Sebagai tambahan informasi, Presiden Prabowo Subianto turun tangan mencoba menyelamatkan Sritex dengan menunjuk empat kementerian, yakni Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).

Pasalnya, Sritex yang telah berdiri selama 58 tahun, memiliki sekitar 14.112 karyawan yang terkena dampak langsung, 50.000 karyawan Sritex Group, dan masih banyak lagi usaha kecil dan menengah lainnya yang kelangsungan usahanya bergantung pada kegiatan usaha perusahaan.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *