Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan serangkaian kebijakan darurat industri harus terus dilanjutkan di bawah pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Kebijakan ini diyakini dapat melanjutkan upaya pemulihan industri manufaktur.

Badan Kebijakan dan Standardisasi Jasa Industri (BSKJI), Andy Rizaldi, mengatakan beberapa kebijakan yang kontroversial adalah gas bumi harga tertentu (HGBT), pembatasan perdagangan berupa bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk dalam bentuk safeguard. tindakan. (BMTP) dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Nah, contohnya kebijakan-kebijakan yang kami kerjakan selama ini, misalnya HGBT diberikan kepada 7 sektor, dan sektor-sektor lain juga menggunakan gas bumi sebagai energi dan bahan baku, khususnya di kawasan industri, kata Andi dalam Bisnis Indonesia. Forum: Warisan Sedasawarsa dan Harapan Selanjutnya di Wisma Bisni Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Menurut Andy, HGBT saat ini mencakup 7 sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Sedangkan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), terdapat 10 sektor yang paling membutuhkan kebijakan tersebut.

Selain itu, Andy menyoroti kebijakan industri padat karya yang perlu dilanjutkan seperti BMAD dan BMTP. Sebab, banyak negara importir yang melakukan dumping dan menggelembungkan pasar dalam negeri.

“Mereka tidak akan berhenti melakukan dumping, kita sebagai negara tujuan ekspor harus berasumsi akan ada masa anti dumping, safeguard, akan ada masanya agar kita tidak rugi, kalau mereka terus melakukan dumping, kita harus terus menggunakan.” Kebijakan BMAD,” jelasnya. 

Selain itu, produk ilegal seperti pakaian bekas masih banyak ditemukan di pasar dalam negeri. Untuk itu, pemberantasan produk ilegal harus diputuskan lebih lanjut untuk melindungi industri lokal. 

Soal produk ilegal, kita bingung kenapa baju bekas impor mudah ditemukan di pasaran, padahal secara legal tidak bisa diimpor, yang bisa diimpor hanya baju baru, ujarnya. 

Andi juga mengatakan, selama 2 periode pemerintahan Presiden Jokowi, posisi Indonesia dalam hal pertumbuhan manufaktur, kontribusi industri terhadap PDB, dan PMI manufaktur masih kompetitif dibandingkan negara lain. 

Menurut data Bank Dunia, di banyak negara, termasuk Indonesia, terdapat kecenderungan umum penurunan kontribusi sektor industri terhadap PDB. Pada tahun 2023, kontribusi industri manufaktur Indonesia terhadap PDB mencapai 18,67%. 

Nilai tersebut melebihi kontribusi terhadap PDB dunia yang hanya mencapai 15,35%, lebih tinggi dibandingkan India yang sebesar 12,84%, namun masih lebih rendah dibandingkan Vietnam, Malaysia, dan Thailand.

Namun, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia mengalami penurunan selama 3 bulan terakhir. Pada bulan Juli, PMI sebesar 49,3 pada bulan Juli, 48,9 pada bulan Agustus, dan 49,2 pada bulan September. 

“Yang menarik, dalam 3 bulan terakhir ini order atau pesanan baru meningkat, namun produksi mengalami penurunan. Ada yang melihat adanya korelasi dengan pelonggaran peraturan impor, namun mungkin hal ini perlu dikaji karena mungkin ada faktor lain yang serupa. Misalnya dengan penggunaan tenaga dan sebagainya,” tutupnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *