Realisasi Investasi RI Kuartal III/2024 Melambat, Hilirisasi Mulai Loyo?

Bisnis.com, Jakarta – Pertumbuhan realisasi investasi Indonesia melambat pada kuartal III 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu (y/y). Para ekonom memperkirakan salah satu faktor utamanya adalah ekspansi hilir yang mulai melambat.

Kementerian Penanaman Modal/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pendapatan investasi mencapai Rp431,48 triliun pada triwulan III-2024, meningkat 15,24% year-on-year.

Sedangkan realisasi investasi mencapai Rp374,4 triliun pada tahun 2023 III. kuartal, yang berarti peningkatan tahunan sebesar 21,6%. Artinya, pertumbuhan tahun lalu lebih besar dibandingkan tahun ini.

Tawhid Ahmad, Kepala Ekonom Institute for Economic and Financial Development (Indef), menjelaskan setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan investasi pada kuartal III 2024. Pertama, investasi hilir menurun.

“Tahun lalu komoditasnya banyak [yang dalam tahap flow], terutama nikel, tembaga, bauksit, timah, pembangunan smelter, kenaikannya besar, jadi masyarakat duluan. turun sedikit untuk smelter – untuk smelternya,” jelas Tauhid kepada Bisnis, Selasa (15/10/2024).

Kedua, perekonomian global masih lesu. Lebih lanjut dia melanjutkan, jika perekonomian negara-negara mitra dagang utama Indonesia tidak membaik maka mereka tidak akan mau menanam modal.

“Masyarakat baru pertama kali konsolidasi, belum berani ekspansi besar-besaran. Saya kira penurunan tipis ini juga jadi salah satu faktornya,” kata Tawhid.

Ketiga, sektor primer dalam negeri seperti pertambangan, pertanian dan lain-lain juga relatif lesu. Menurut dia, faktor permintaan pasar yang menurun juga berdampak pada disintegrasi sektor primer tersebut. Kelemahan di dalam dan luar negeri 

Bhim Yudhistira dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (SELIOS) juga mengungkapkan pandangan berbeda. Menurut dia, ada empat faktor utama yang melatarbelakangi melambatnya pertumbuhan pendapatan investasi pada kuartal III 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Yang pertama juga berlaku pada hilirisasi. Bhim melihat terjadi kelebihan pasokan produk olahan nikel dalam negeri.

“Pada saat yang sama, akses terhadap bijih nikel sulit sehingga menghambat investasi lebih lanjut. Data menunjukkan impor bijih nikel dari Filipina meningkat tajam, bertentangan dengan klaim Indonesia sebagai cadangan nikel terbesar di dunia,” ujarnya. kata Bisnis, Selasa (15/10/2024).

Kedua, permintaan ekspor melambat, terutama dari mitra dagang utama seperti India, Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Bhim yakin investor yang masuk ke sektor komoditas akan mempertimbangkan kembali di tengah rendahnya harga komoditas.

Ketiga, fakta bahwa PMI turun di bawah level ekspansi pada tiga bulan sebelumnya menunjukkan melemahnya industri manufaktur. Artinya, lanjut Bhim, baik ekspor maupun permintaan industri dalam negeri sedang melambat.

“Segmen kelas menengah terkena deflasi selama lima bulan berturut-turut dan tekanan terhadap daya beli,” ujarnya.

Keempat, investor masih menunggu kebijakan pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan diumumkan pada Minggu (20/10/2024).

Sebelumnya Kementerian Investasi/BKPM melaporkan pada triwulan III 2024, realisasi investasi sektor hilir mencapai Rp 91,51 triliun atau 21,2% dari total realisasi investasi. 

Menteri Investasi/Kepala BKPM Rossan Roslani merinci investasi hilir berupa smelter mendominasi sektor mineral senilai Rp56,68 triliun. Sedangkan total investasi smelter pada Januari hingga September 2024 mencapai Rp 170,78 triliun. 

Pada triwulan III 2024, investasi smelter terbesar adalah smelter nikel Rp32,87 triliun, smelter tembaga Rp17,72 triliun, bauksit Rp5,69 triliun, dan timah Rp0,4 triliun. 

“Itu tahap hilirisasi yang dilakukan dari smelter yang didominasi nikel, tembaga, bauksit misalnya. Kalau dilihat dari smelter itu 56,6 triliun,” kata Rosen di kantor investasi departemen, Selasa (15/10/2019). 15). /10/). 2024). 

Sedangkan sektor kehutanan khususnya industri pulp dan kertas sebesar Rp9,22 triliun, pertanian sebesar Rp20,49 triliun dalam bentuk CPO/Oleokimia, serta migas sebesar Rp4,26 triliun dalam bentuk petrokimia. 

“Aki kendaraan listrik ini nilainya Rp 800 miliar, dan kami lihat kedepannya akan meningkat karena sudah banyak investor yang sudah melakukan negosiasi dengan kami dan sedang dalam tahap akhir, sehingga diharapkan investasi baterai kendaraan listrik semakin meningkat. secara signifikan. 

Lihat berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *