Baja China Banjiri Pasar RI, Penjualan Produsen Lokal Melorot 20%

Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) melaporkan masuknya produk baja asal China ke pasar domestik Indonesia menyebabkan penurunan persaingan dan penurunan penjualan produsen baja lokal. 

Widodo Setiadharmaji, Direktur Eksekutif IISIA, mengatakan pemerintah dan produsen baja harus mencermati masuknya produk baja asing ke pasar dalam negeri dan segera mengantisipasinya karena akan mengganggu penjualan produsen baja dalam negeri tahun ini.

“Beberapa produsen baja nasional melaporkan penurunan penjualan hingga 20% bahkan ada yang kesulitan menjual di pasar dalam negeri akibat penetrasi produk baja China,” kata Widodo kepada Bisnis, Kamis (17/10/2024). . 

Berdasarkan laporan IISIA, impor baja dari China meningkat 33,92% dari 2,23 juta ton pada Januari-Juli 2023 menjadi 2,98 juta ton pada periode yang sama tahun 2024. 

Peningkatan impor baja dari Tiongkok juga tercermin pada volume impor baja dari Tiongkok pada tahun 2023 yang meningkat sebesar 43,71% dari 2,85 juta ton pada tahun 2022 menjadi 4,05 juta ton pada tahun lalu. 

Hal ini mengakibatkan produsen baja nasional kehilangan pangsa pasar dalam negeri, mengalami kerugian dan sulit bertahan tanpa dukungan kebijakan pemerintah yang memadai, ujarnya. 

Ia memperingatkan bahwa persaingan global semakin meningkat, terutama dengan masuknya produk baja Tiongkok ke pasar global. Sedangkan ekspor produk Tiongkok ke pasar global meningkat sebesar 39,03% selama tahun 2023, dari 6,64 juta ton pada tahun 2022 menjadi 9,23 juta ton pada tahun 2023. 

Peningkatan tersebut berlanjut pada periode Januari-Agustus 2024, meningkat sebesar 18,46% dari 6,02 juta ton menjadi 7,13 juta ton pada periode yang sama tahun 2023. 

Situasi ini menyebabkan banyak negara menutup pasar domestiknya akibat invasi baja Tiongkok dengan menerapkan berbagai langkah perdagangan.

Ia menjelaskan, langkah yang dilakukan berbagai negara di dunia saat ini untuk menaikkan tarif impor baja, seperti India, telah menaikkan tarif impor dari 7,5% menjadi 10-12% untuk melindungi pasar domestiknya dari membanjirnya impor. Baja Cina. 

“Misalnya, pada masa pemerintahan Presiden Biden, Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 25% [Pasal 301] pada produk baja dari Tiongkok,” kata Widodo.

Sebelumnya, AS menaikkan tarif impor baja sebesar 25% (Pasal 232) pada masa pemerintahan Presiden Trump. Meksiko juga mengenakan tarif sebesar 5-25% pada produk baja dari negara-negara yang tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas. 

Selain itu, Brazil menaikkan tarif impor beberapa jenis produk menjadi 25% dari sebelumnya berkisar 9% menjadi 12,5%. Selain itu, UE akan memberlakukan kuota tarif sebesar 25% dan CBAM mulai tahun 2026, sehingga mempersulit produk baja dengan emisi CO2 yang tinggi untuk bersaing di pasar UE. 

“Baru-baru ini Kanada juga mengenakan tarif sebesar 25% terhadap produk baja impor dari Tiongkok untuk mencegah pengalihan pasar akibat kebijakan mitra dagangnya,” ujarnya. 

Faktanya, produsen baja di Jepang dan Korea kesulitan bersaing dengan produk baja Tiongkok dan menuntut perlindungan dari pemerintah mereka. 

Untuk itu, menurut Widodo, Indonesia harus segera mengambil kebijakan yang sama untuk menjaga keberlangsungan industri baja nasional. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah proteksionis untuk melindungi pasar internal.

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *