Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menyebut masa depan pertanian yang disebut lumbung pangan di Papua hanya sebatas memenuhi kebutuhan pangan beras yang mayoritas dikonsumsi masyarakat Indonesia. Deforestasi terancam, begitu pula aktivitas pertanian di Senderawasih.
Direktur Pusat Reformasi Ekonomi (Dasar) Indonesia Eliza Mardian menilai tindakan pemerintah bertentangan dengan semangat keberagaman pangan. Pasalnya akan terjadi perubahan hutan menjadi lahan subur.
“Membangun bank beras di Papua yang di dalamnya terdapat pangan lokal berupa sagu, kentang, dan cupang, ibarat memberikan nyawa masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan banyak masyarakat pemakan beras,” kata Eliza kepada Bisnis.com. dalam waktu dekat. .
Eliza juga memperlihatkan Menteri Koordinator (Menko) Pangan Zulkifli Hassan yang ingin mencapai kecukupan pangan dan menjadi keranjang pangan dunia dalam 4-5 tahun ke depan.
Mengenai salinan Peraturan Presiden (Perpress) no. 139/2024, tepatnya pada Pasal 30, Menteri Koordinator Pangan akan mengoordinasikan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Badan Pangan Nasional ( Bapanas), Badan Gizi Nasional, serta organisasi lain yang dipandang perlu.
Menurut Eliza, dengan adanya kesepakatan ini menandakan telah terjadi perluasan lahan pertanian karena KLHK bersatu dalam bidang pangan. Ia juga memperkirakan akan terjadi perubahan hutan menjadi lahan subur.
Sementara itu, pemerintah melakukan cara peningkatan produktivitas dengan mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan cadangan pangan di desa, daerah, dan seluruh negeri.
Jadi dipastikan terjadi perubahan hutan menjadi lahan pertanian,” ujarnya.
Merujuk data Forest Watch Indonesia, Eliza menemukan jumlah pembalakan liar pada periode 2009-2013 sebanyak 1,13 juta per tahun. Ini berarti sekitar 4,5 juta hutan ditebang seluruhnya selama periode ini, yaitu
Selain itu, penggembalaan akan terus berlanjut sehingga akan terjadi perubahan hutan di Indonesia bagian timur, ujarnya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah menjaga hutan yang tersisa dengan tidak mengubah hutan menjadi padang rumput.
“Tujuan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dengan menebang hutan tidak sejalan dengan keinginan mereka untuk mengurangi emisi,” tambahnya.
Selain itu, Eliza juga berpendapat bahwa pemerintah harus melaksanakan program-program tersebut berdasarkan kaidah ilmiah. Ia juga meminta pemerintah mengurangi trial and error.
“Sebelum tega memperluas lahan pertanian, harus memperbanyak lahan pertanian terlebih dahulu,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Elisa, penting untuk melakukan penelitian dan inovasi, serta membangun infrastruktur agar hutan yang tersisa tidak dikorbankan. Untuk itu, ia mengingatkan, memilih membangun tempat penyimpanan pangan dengan cara merusak hutan bukanlah pilihan yang baik.
“Diet ini akan gagal lagi jika tidak memenuhi standar ilmiah,” tutupnya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hassan (Zulhas) mengatakan masa depan pertanian Indonesia ada di Papua. Hal ini sejalan dengan keinginan Presiden kedelapan Prabowo Subianto yang menginginkan Indonesia menjadi negara yang mandiri pangan.
Zulhas yang juga menjabat Menteri Perdagangan pada masa perdana menteri di Indonesia menjelaskan, untuk menghasilkan pangan yang cukup, provinsi Papua dinilai cocok untuk pertanian. Pasalnya, kata Zulhas, Pulau Jawa masih terus dihuni.
“Di manakah masa depan pertanian Indonesia?” “Di Papua sekarang sudah banyak digunakan,” jelas Zulhas pada acara penyerahan Menteri Perdagangan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (21/10/2024).
Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga berharap Indonesia memiliki 2 juta hektar sawah di Papua dalam lima tahun ke depan.
“Kami berharap bisa membuka 2 juta sawah dan 600-1 juta ladang gula dalam lima tahun ke depan. Kami percaya itu akan menjadi masa depan kami di sana. Di Papua ada tanaman padi, tebu, dan jagung,” ujarnya.
Menurutnya, lahan di Papua harus diperbaiki, termasuk pertanian. “Kita punya Kalimantan, kita baru jadi ibu kota, kebisingannya belum selesai. Kita punya wilayah paling luas di Papua, tapi belum kita penuhi,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel