Bisnis.com, JAKARTA – Prospek perbankan besar di Indonesia semakin menjanjikan berkat pertumbuhan kredit yang stabil dan kualitas kredit yang membaik. Kondisi ini juga memungkinkan bank-bank besar untuk memperluas pangsa pasarnya dengan risiko yang lebih terkendali.

PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan anak usahanya, misalnya, menjadi salah satu pemain yang membukukan laba bersih raksasa sebesar Rp 41,1 triliun pada kuartal III 2024. Nilai tersebut meningkat 12,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (y/y). 

Pertumbuhan laba ini merupakan yang terbesar dibandingkan angka pertumbuhan laba bank-bank besar lainnya.

Executive Vice President Corporate Communications and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan pihaknya optimistis bisa mencatatkan prestasi positif. Dimana BCA akan mendorong penyaluran kredit lintas sektor dan juga memperkuat platform perbankan transaksi untuk memperkuat pembiayaan.

“BCA dan anak perusahaan mencatat peningkatan total kredit sebesar 14,5% year-on-year [y/y] menjadi Rp 877 triliun per September 2024).

Ia mengatakan BCA berkomitmen menjaga CKPN pada tingkat berkelanjutan dan wajar. Hal ini tercermin dari rasio pinjaman berisiko (LAR) yang mencapai 6,1% per September 2024, membaik dibandingkan tahun lalu sebesar 7,9%, sedangkan rasio kredit bermasalah (NPL) tetap sebesar 2,1%.

Kemudian, total dana pihak ketiga (DPK) BCA meningkat 3,4% year-on-year mencapai Rp 1,125 triliun. Dana Giro dan Tabungan (CASA) menyumbang sekitar 82% dari total DPK.

“Ke depan, BCA akan terus mendorong penyaluran kredit lintas sektor dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian sejalan dengan dinamika makroekonomi domestik dan global,” ujarnya.

Presiden-CEO BCA Yahya Setiaatmaja juga mengatakan, hingga sisa tahun ini, kondisi laba tetap terjaga berkat penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 14,5%, didukung oleh penyaluran kredit pada segmen bisnis dan belanja personal yang berada pada kisaran satu digit. , yaitu. meningkat hanya 7,9%. 

“Sebagai belanja modal. Yang benar-benar kita butuhkan saat ini adalah terus berinvestasi. Apa yang menyenangkan untuk dimiliki adalah apa yang kita harapkan. “Tetapi dalam jangka panjang, kami mengukur apa yang benar-benar kami butuhkan, lalu kami membeli,” ujarnya.

Dengan demikian, BCA dapat menjaga efisiensi operasionalnya. Hal ini terlihat dari menurunnya rasio efisiensi seperti rasio biaya terhadap pendapatan (CIR). CIR BCA tercatat hanya sebesar 30,36% per September 2024, turun 270 basis poin (basis) dibandingkan sebelumnya pada September 2023 sebesar 33,08%. 

Selain itu, Jahja mengatakan kualitas kredit terus membaik sehingga BCA tidak perlu menambah cadangan terlalu banyak. Ia juga menegaskan perseroan akan terus fokus pada pengembangan DPK, khususnya dana murah alias (CASA), kualitas kredit, dan pengembangan pembayaran digital.

Selain itu, dia juga mengatakan, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan, termasuk KPR dan KKB, semuanya bergantung pada daya beli masyarakat ke depan.  

“Karena daya beli masyarakat menentukan besar kecilnya penjualan. Dunia usaha penjualannya tumbuh. Makanya mereka butuh kredit secara umum,” ujarnya. 

Sedangkan dari kalangan Himbara seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) masih melihat faktor likuiditas di pasar masih menjadi perhatian utama, sehingga perseroan akan menjaga tingkat LDR pada level optimal.

Direktur Utama Bank Mandiri Dharmawan Junaidhi mengatakan dengan mempercepat pertumbuhan CASA transaksional dengan mengoptimalkan saluran digital seperti Kopra, Livin dan Livin Merchant, diharapkan biaya dana dapat ditekan sekaligus.

Aktivitas perbankan di Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (2/1/2019)./Abdullah Azzam Bisnis

“Selanjutnya, kami akan terus fokus pada strategi pengelolaan bisnis berbasis ekosistem mulai dari grosir hingga ritel hingga akhir tahun 2024 dan memasuki tahun 2025 untuk membangun portofolio bisnis yang lebih berkelanjutan dan berkualitas,” ujarnya dalam Konferensi Pers triwulan III/2024. , Rabu (30 Oktober 2024).

Menurut dia, jika tingkat likuiditas membaik, ada kemungkinan penurunan biaya dana yang pada akhirnya berdampak pada penurunan suku bunga pinjaman secara keseluruhan. 

Bank Himbara lainnya yakni BNI memperkirakan kinerja bisnis perseroan akan terdongkrak oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan penurunan BI rate. 

CFO BNI Novita Vidya Anggraini mengatakan saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil di kisaran 5% hingga kuartal ketiga tahun 2024, dan penurunan BI rate sebesar 25 basis poin pada September 2024 dan akan berlanjut hingga kuartal keempat tahun 2024 bahkan 2025. . 

“Dengan demikian, pada tahun 2025 kami memperkirakan BI rate akan berada pada kisaran 4,75% hingga 5%. Jika kita melihat juga kinerja keuangan pada triwulan III tahun 2024, maka BNI juga menunjukkan hasil yang positif,” ujarnya.

Margin bunga bersih (NIM) BNI tercatat sebesar 4,4% sementara biaya dana alias cost of fund tetap rendah di angka 2,6%. Menurut dia, semua itu terkait dengan strategi pengelolaan likuiditas yang lebih efektif, termasuk penggunaan insentif cadangan minimum dan penekanan pada dana ritel. 

Strategi pengelolaan likuiditas yang optimal inilah yang kemudian memungkinkan BNI meningkatkan likuiditas dengan mengurangi dana mahal. Oleh karena itu, efisiensi tersebut tercermin pada penurunan biaya dana. 

Selain itu, kinerja mediasi BNI tercatat positif dan berimbang. Hal ini tercermin pada penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 9,5% y/y menjadi Rp 735 triliun pada September 2024, didorong oleh segmen korporasi yang mencatatkan pertumbuhan 15,1% y/y menjadi Rp 409,2 triliun. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *