Bisnis.com, Jakarta – Sejumlah analis menilai prospek dan tren saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk positif. (ADMR) dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) setelah keduanya masuk dalam jajaran faktor indeks kemewahan LQ45. 

Seperti diketahui, Bursa Efek Indonesia (BEI) baru-baru ini memasukkan penyedia jasa dalam indeks LQ45 periode 1 November 2024 hingga 31 Januari 2025 berdasarkan hasil evaluasi organisasi pasar modal periode Oktober 2024. 

“Masuknya emiten ini ke dalam LQ45 kemungkinan akan meningkatkan likuiditas operasional dan perubahan portofolio bagi fund manager yang menggunakan indeks ini sebagai acuan,” kata Fath Alicia Budiman, Analis Riset Senior Lotus Andalan Securitas, saat dihubungi, Minggu ( 27). /10/2024). ) 

Fatah mengatakan, kedua eksportir tersebut belakangan mendapat insentif positif dari sisi kinerja keuangan dan operasional. SMRA mempunyai potensi untuk tumbuh di tengah sentimen penurunan pajak properti dan siklus suku bunga rendah saat ini.

Di sisi lain, ADMR berpotensi memperoleh tambahan pendapatan karena meningkatnya permintaan dari Tiongkok menyusul besarnya stimulus ekonomi dari negara tersebut, tambahnya. 

“Pada dasarnya hal ini tergantung pada rincian masing-masing sumber,” kata Fatah.

Di lantai bursa, saham ADMR dipatok Rp 1.400 per saham hingga Jumat (25/10/2024). Saham ADMR naik 6,46% dalam 3 bulan atau 2,94% year to date.  

Harga saham ADMR menunjukkan price to earnings ratio (PER) sebesar 7,01 kali dan price to book value (PBV) sebesar 2,85 kali. Sedangkan kapitalisasi pasar Adaro Minerals mencapai Rp57,24 triliun.

Sedangkan saham SMRA masih tertahan di Rp 620 per saham hingga Jumat (25/10/2024). Saham SMRA naik 13,76% dalam 3 bulan atau 22,77% dalam 6 bulan.  

Harga tersebut menunjukkan PER sebesar 6,78x dan PBV sebesar 0,98x. Sedangkan kapitalisasi pasar pengembang real estate Summarecon mencapai Rp 10,24 triliun.

Chief Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, sistem SMRA belakangan ini mencatatkan pertumbuhan penjualan pasar setiap tahunnya. Dengan turunnya suku bunga, Navan yakin pendapatan dan laba SMRA bisa tumbuh baik di masa depan. 

“Ekspektasi SMRA terkait dengan konsistensi kinerja penjualan year-on-year,” kata Navan.

Dalam catatan Bisnis.com, manuver pasar saham SMRA juga terdampak rumor penawaran umum perdana (IPO) anak usaha Summarecon, PT Summarecon Investment Property (SMIP) yang disebut-sebut akan segera terjadi.

Dalam laporan keuangan perseroan akhir Juni tahun lalu, terdapat beban IPO anak usaha sebesar Rp11,13 miliar.

SMRA juga telah menyelesaikan pembelian uang tunai (inbreng) kepada SMIP senilai Rp 8 triliun. Rinciannya, nilai tanah dan bangunan mencapai Rp7,68 triliun, mesin dan peralatan mencapai Rp219,17 miliar, serta aset lainnya dengan nilai nominal Rp96,02 miliar. 

Tim riset Stockbit mengatakan penjualan Summarecon Mal Kelapa Gading kepada SMIP merupakan bagian dari restrukturisasi untuk mempersiapkan anak usahanya tersebut untuk listing di pasar saham. 

“Faktor ini, ditambah dengan penurunan suku bunga dari The Fed dan Bank Indonesia, membuat kami yakin SMRA akan segera melakukan IPO terhadap SMIP yang berpotensi membuka nilai perusahaan,” tulis Stockbit.

Sekadar mengingatkan, BEI menyeimbangkan indeks-indeks utama seperti indeks LQ45, IDX30, dan IDX80 setiap 3 bulan, bukan 6 bulan sekali. Kebijakan baru ini akan berlaku mulai April 2024.   

Standarisasi indeks dilaksanakan sebagai salah satu upaya BEI untuk mengikuti perkembangan pasar modal dan memenuhi kebutuhan akan indeks yang lebih erat kaitannya dengan tren pasar saat ini. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *