Dilema Pendanaan P2P Lending UMKM, Antara Bunga Tinggi dan Kemudahan Pinjaman

Bisnis.com, Jakarta – Pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui peer-to-peer (P2P) lending menjadi permasalahan. Di satu sisi pembiayaan memang membantu, namun di sisi lain bunga pinjamannya tinggi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengakui P2P memberikan kemudahan pembiayaan yang tidak dimiliki perbankan. Inilah sebabnya mengapa pertumbuhan pembiayaan UMKM melalui P2P lending telah melampaui pertumbuhan kredit perbankan.

Pada Agustus 2024, outstanding pinjaman P2P lending kepada pelaku UMKM mencapai Rp4,97 triliun, naik 32,87% year-on-year. Sementara itu, kredit UMKM dari perbankan hanya tumbuh 4,3 persen year-on-year menjadi Rp1.379,4 triliun. Pertumbuhan tersebut direvisi dari Juli 2024 yang mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 5,1% dengan total utang Rp1.375,5 triliun.

Eddy menilai perbankan sangat ketat dan hati-hati dalam menyalurkan kredit kepada UMKM untuk mencegah risiko kredit macet.

“Kenapa pertumbuhannya tinggi karena sejujurnya yang ditawarkan bank lebih sadar risikonya. Makanya keputusan pemerintah, misalnya 100 juta dolar lebih sedikit tanpa jaminan, tidak dilaksanakan. Karena bank takut .pinjamannya,” kata Eddy kepada Bisnis, Rabu (30/10/2024).

Sementara itu, Eddy melihat hal serupa tidak terjadi ketika pelaku UKM mengajukan pinjaman di P2P lending. “Kalau P2P lending ada celahnya berani ambil risiko tapi bunganya tinggi. Jadi keuntungannya tinggi,” kata Eddy.

Sebagai pengusaha UMKM, Eddy mengatakan rendah atau tingginya suku bunga bukanlah variabel utama dalam pengajuan pembiayaan oleh UMKM. Menurut dia, poin utamanya adalah kemudahan pembiayaan yang dinikmati oleh bisnis P2P lending.

Oleh karena itu, Eddy mengatakan, suku bunga pinjaman internet tidak menjadi masalah bagi usaha kecil dan menengah, asalkan bisa memberikan pinjaman yang mudah. Saat ini, menurut dia, usaha kecil dan menengah sudah sadar sepenuhnya akan kemampuan membayar kewajiban, asalkan keuntungan yang diterima lebih besar dari beban kewajiban pinjamannya.

“Kalau begitu, tidak masalah. Tidak masalah. Kita butuh pinjaman cepat. Suku bunganya tidak terlalu rendah,” tutupnya. 

Sementara itu, CEO ICT Center Hero Sutadi menilai tingginya suku bunga dan kemudahan P2P lending menjadi kendala. Hero menilai besaran agunan yang dibutuhkan untuk mendapatkan kredit dari perbankan tidak sesuai untuk sektor UMKM.

Di sisi lain, ia menilai bunga pinjaman online terlalu tinggi. Sesuai aturan yang berlaku saat ini, suku bunga maksimum pinjaman atau rata-rata keuntungan ekonomi dalam pembiayaan sektor produksi adalah 0,1% per hari kalender, dan mulai 1 Januari 2026 menjadi 0,067% per hari kalender. Sedangkan anggaran sektor konsumsi sebesar 0,3% per hari kalender dan menjadi 0,2% per hari kalender mulai 1 Januari 2025 dan 0,1% per hari kalender mulai 1 Januari 2026.

Namun usaha kecil dan menengah juga tidak bisa mendapatkan bantuan keuangan dari pinjaman. Karena pembiayaan pinjaman tersebut, bunganya sudah sangat tinggi, 0,3% per hari dikalikan 30 hari menjadi 9% per bulan, 108% per tahun. Angka ini berkali-kali lipat lebih tinggi dibandingkan BI rate. ” kata Pahlawan.

Oleh karena itu, Heru menilai industri P2P lending tidak bisa menjadi sumber permodalan utama bagi non-bank. Selain itu, suku bunga pinjaman internet dan suku bunga bank juga sama.

Sementara itu, Direktur Center for Economics and Legal Studies in Digital Economy (Celios) Naylul Heda menilai P2P lending bisa menjadi alternatif pembiayaan bagi sektor UMKM, selain industri keuangan non-bank lainnya seperti pembiayaan.

Menurut dia, kedua usaha non-perbankan ini berperan dalam mengisi kesenjangan kredit yang tidak dapat dipenuhi dengan kredit perbankan. Peran ini akan semakin menonjol ketika bank mulai memperketat pendanaannya untuk melindungi risiko kredit macet.

“Ke depan, perbankan akan berhati-hati karena kebutuhan pembiayaan terus meningkat, pelaku UMKM akan mencari alternatif pembiayaan, termasuk multifinance dan pinjaman P2P. Begitu pula ketika unbanked dan unbanked membutuhkan dukungan berupa uang, maka mereka akan mencari bantuan. pembiayaan. “Ketika bank tidak dapat menyediakan pembiayaan, mereka akan mencari dana lain,” kata Hoda.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *