Pembiayaan Paylater Melesat, Ekonom Ingatkan Risiko Kredit Macet Meningkat

Bisnis.com, JAKARTA – Pembiayaan melalui Beli Sekarang (BNPL) atau layanan pembayaran mencatatkan pertumbuhan pesat di Indonesia. Menurut Badan Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan BPP meningkat 103,4% year-on-year menjadi Rp 8,24 triliun pada September 2024. 

Sementara itu, rasio non-performing financing (NPF) terhadap NNNP bruto mencapai 2,60% pada periode tersebut. Indikator ini sedikit meningkat dibandingkan Agustus 2024 yakni 2,52%. 

Terkait hal tersebut, Direktur Ekonomi Digital Pusat Penelitian Ekonomi dan Hukum (Selios) Nailul Huda memperkirakan kenaikan pendanaan N BPP disebabkan oleh menurunnya daya beli dan banyaknya PHK yang banyak terjadi. orang percaya. di atas. Untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

“Dalam keadaan seperti ini, kebutuhan akan pendanaan meningkat.” Salah satunya melalui NNNP P,” kata Huda kepada Bisnis, Sabtu (2/11/2024).

Hooda menambahkan, layanan PL NNNP lebih populer dibandingkan kartu kredit, terutama karena kemudahan dan pemrosesan yang lebih cepat. 

Proses kartu kredit yang lama dan ketidakpastian penerimaan membuat banyak masyarakat enggan mengurusnya, padahal BPP menawarkan proses yang lebih mudah dan cepat, ujarnya. 

Apalagi masyarakat Indonesia khususnya generasi muda kini sudah terbiasa bekerja melalui gadget. Namun, kata Hooda, peningkatan besar pembiayaan NNNP P ini membawa potensi risiko yang signifikan, khususnya terkait kredit macet.

Fenomena ini semakin menimbulkan ancaman bagi pengguna NNNP P yang tidak memiliki pendapatan tetap atau menanggung beban keuangan yang berat. Hooda juga menyoroti maraknya penggunaan layanan NN BP oleh kelompok masyarakat unbanked atau underbanked yang kesulitan mengakses layanan perbankan konvensional. 

Di satu sisi, BNP Paribas menjadi solusi alternatif bagi mereka yang membutuhkan pembiayaan cepat. Namun di sisi lain, tanpa pengelolaan utang yang cerdas, pengguna NNNP P bisa mengalami kredit macet. Hal ini berpotensi meningkatkan NPF jasa B BNP P dan dapat berdampak buruk pada stabilitas keuangannya.

“Ketika cicilan utang lebih besar dari pendapatan, maka amortisasi terhenti. Oleh karena itu, potensi kegagalan pembayaran di masa depan juga mungkin lebih besar, kata Hooda. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *