Regulasi Indonesia Tourism Fund Tak Kunjung Terbit, Indonesia Berpotensi Kehilangan Devisa

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia bisa kehilangan momentum dalam meningkatkan daya saing pariwisata di kancah global jika tidak menerbitkan peraturan Sustainable Tourism Fund atau Indonesia Tourism Fund (ITF) pada pemerintah.

Pakar strategi pariwisata Taufan Rahmadi mengatakan, tanpa dukungan finansial yang kuat, Indonesia akan kesulitan membiayai acara-acara berkualitas seperti pertemuan, insentif, konvensi dan pameran (MICE), pekan raya internasional, dan acara olahraga yang berpotensi besar menarik wisatawan ke Indonesia.

Dampaknya terlihat dalam banyak hal, kata Taufan kepada Bisnis, Kamis (31/10/2024).

Pertama, hilangnya mata uang asing dan pendapatan. Dengan tidak adanya kegiatan berstandar internasional, kata Taufan, wisman mungkin memiliki negara lain yang lebih bersedia melakukan kegiatan. Akibatnya, Indonesia kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata.

Ia mengatakan, sektor MICE sendiri menyumbang hingga 5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) di negara-negara yang dikenal berkembang di bidang pariwisata.

“Potensi kerugian devisa bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran setiap tahunnya, tergantung besar kecilnya kegiatan yang dilakukan,” ujarnya.

Kedua, melemahnya brand nasional. Taufan menilai Indonesia membutuhkan dukungan finansial untuk membangun citranya sebagai destinasi kelas dunia. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia sudah memiliki program serupa. Hasilnya, program ini menarik wisatawan, investor, dan pebisnis internasional melalui acara-acara populer. 

Jika dana hibah pariwisata ini tidak terealisasi, maka industri pariwisata Indonesia akan kesulitan bersaing dengan negara lain.

Dampak berikutnya adalah hilangnya lapangan kerja. Ia mengatakan, semua acara MICE atau acara besar menciptakan lapangan kerja sementara atau permanen bagi masyarakat setempat. Jika tidak ada dukungan finansial, kemungkinan tersedianya lapangan kerja di sektor ini ditengarai akan berkurang secara signifikan. 

Sembari menunggu terbitnya aturan tersebut, ia berharap Pemerintah mempertimbangkan beberapa aspek penting saat merevisi aturan tersebut. Hal ini mencakup model pendanaan dan keberlanjutan, efektivitas pendanaan, peningkatan keterlibatan pemangku kepentingan, dan cara mengukur kinerja.

“Harus ada indikator dan penilaian yang jelas agar mampu mengukur dampak aktivitas keuangan terhadap peningkatan jumlah wisatawan, mobilitas ekonomi, dan pembangunan infrastruktur yang menyertainya,” tutupnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan saluran WA

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *