Optimisme BRI Pada Kebijakan Ekonomi di Era Pemerintahan Baru

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan langkah dan langkah yang diambil perusahaan untuk mendukung kebijakan pemerintahan baru. Diketahui, kebijakan ekonomi presiden ke-8 Indonesia ini akan fokus pada defisit, pertumbuhan, dan energi.

Penurunan akan menyebabkan penambangan mineral seperti bensin dan produk pertanian. Kini pemerintah juga akan fokus pada kebijakan ketahanan pangan dan energi.

Terkait kebijakan pemerintah tersebut, dalam pemaparan kinerja keuangan triwulan III tahun 2024 yang digelar di Jakarta (30/10), Direktur Utama BRI Sunarso menjawab pertanyaan media dan menjelaskan keduanya. Yang pertama adalah tingkat tujuan nasional, dimana Bank Dunia melakukan analisis secara terus menerus. Tingkat kedua, BRI, menganalisis peluang bisnis berdasarkan kebijakan pemerintah.

“Dan berdasarkan analisa kita seharusnya data yang kita analisa, hasilnya sebagai berikut. Pertama, kalau Indonesia ingin keluar dari kelas menengah maka perekonomian kita, PDB (produk domestik bruto) harus meningkat. Menurut sensus BRI, pada minimal minimal 6%,” kata Sunarso dalam konferensi pers yang menampilkan kinerja BRI triwulan III tahun 2024 (30/10).

Sementara itu, target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 8% lebih tinggi dibandingkan analisis BRI. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tujuan tersebut digabungkan untuk mencapai tujuan meninggalkan kelas menengah.

Sunarso mengatakan, human capital menjadi alasan utama mengapa perekonomian tumbuh di atas 6%.

“Setelah menentukan sumber daya manusia, apa yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia? Pangan, ketersediaan, dan kualitasnya sudah ada. Jadi itu sejalan dengan tujuan pemerintah, rencana pemerintah, dan kemudian “fokus pada diri sendiri. kecukupan”, pungkas Sunarso.

Sunarso yang mengadvokasi kemandirian pangan mengatakan, peningkatan kualitas tenaga kerja memerlukan pangan yang tersedia dan cukup. Kini masyarakat bisa mendapatkan pendidikan untuk membangun sumber daya manusia yang baik.

Sementara pada spektrum energi yang lebih rendah, Sunarso mengatakan hal itu pasti akan mendorong perekonomian.

“Jadi seperti yang kita lihat di BRI, tidak ada perbedaan antara riset internal di BRI atau riset pemerintah. Hal ini sejalan dengan tujuan perekonomian nasional,” ujarnya.

Tingkat kedua, BRI, menganalisis peluang bisnis berdasarkan kebijakan pemerintah. Hilirisasi mengacu pada proses nilai tambah produk pertambangan dan produk pertanian di suatu negara.

“Setiap kegiatan yang menambah nilai akan mempengaruhi kemampuan meningkatkan pendapatan tenaga kerja. Artinya distribusi uang akan meningkat dan nilai barang yang dijual sebagai bahan baku akan meningkat. Sudah mencapai tingkat yang lebih tinggi karena dipengaruhi oleh teknologi. , kerja, dan sebagainya,” kata Sunarso.

Dia melanjutkan bahwa hal itu akan meningkatkan rekrutmen, produktivitas, dan pertumbuhan. “Bank pasti akan melakukan bisnis dari peningkatan pendapatan, serta pertumbuhan ekonomi dari pertambangan dan pertanian, jadi ini peluang bisnis yang unik,” ujarnya.

Sunarso memberikan contoh proses pengumpulan minyak sawit dan menghasilkan minyak sawit, oleokimia atau kosmetik. Jika dilakukan di rumah, maka proses nilai tambah dilakukan di rumah.

Sunarso yang kemudian dijual, diekspor atau didomestikasi, menyatakan akan menambah tenaga kerjanya. Demikian pula makanan berikut ini berkaitan dengan penyediaan makanan bergizi.

Singkatnya, analisis dalam konteks tujuan pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Hal ini antara lain memerlukan kemandirian pangan dan energi. Nilai produk pertanian akan meningkatkan aktivitas perekonomian dan menghasilkan pendapatan yang merupakan peluang bisnis bagi perbankan,” jelas Sunarso.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *