Bisnis.com, JAKARTA – Koreksi mendalam terjadi sepanjang tahun ini pada sebagian besar saham emiten tekstil. Bahkan, BEI menerapkan suspensi saham terhadap lima emiten di sektor tersebut.
Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat menghentikan sementara perdagangan saham atau melakukan suspensi pada lima emiten tekstil dari total 16 emiten. Sedangkan lima emiten yakni PT Century Textile Industry Tbk. (CNTX), PT Panasia Ind Resources Tbk. (HDTX), PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstil Tbk. (SBAT), PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) dan PT Nusantara Inti Corpora Tbk. (UNIT).
Saham Sritex misalnya, telah disuspensi di BEI sejak 18 Mei 2021. BEI melakukan suspensi tersebut karena SRIL menunda kewajiban pembayaran bunga surat utang, demikian disampaikan dalam email PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) No. . KSEI-3657/DIR/0521 tanggal 17 Mei 2021 perihal penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN SRITEX PASE III 2018 tahun ke-6 (keenam) (USD-SRIL01X3MF).
Sejak itu, saham Sritex anjlok hingga Rp 146. Dengan demikian, suspensi saham SRIL berlangsung selama 42 bulan atau 3 tahun 5 bulan.
Di antara 11 emiten tekstil lainnya yang masih berdagang di BEI, sebagian besar mengalami penurunan harga saham dalam sebulan terakhir.
Saham PT Asia Pacific Fibers Tbk mengalami penurunan harga saham paling dalam. (POLY) turun 31,03% dalam 1 bulan menjadi Rp 20 pada Senin (28/10/2024) pukul 10.00 WIB.
Sementara itu, saham PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR) yang terkait dengan konglomerat Sri Prakash Lohia turun 10,57% dalam sebulan ke Rp 3.130 dan saham PT Sunson Textile Produsen Tbk. (SSTM) turun 7,18% dalam sebulan menjadi Rp 168.
Di sisi lain, saham PT Asia Pacific Investama Tbk. (MYTX) dan PT Ever Shine Tbk. (ESTI) masih mampu menguat dengan penguatan berturut-turut sebesar 17,95% dan 11,9% dalam sebulan terakhir.
Jika keluar pada tahun berjalan 2024, saham PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT) merupakan emiten tekstil yang paling menguntungkan. Saham SBAT turun 87,5% year-to-date (YtD) ke Rp1 per saham dan ditahan mulai 18 September 2024 karena ketidakpastian kelangsungan usaha.
Selain SBAT, saham SSTM juga turun 66,27%, POLY -60%, PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) -60%, dan PT Samcro Hyosung Adilestari Tbk. (ACRO) -46,9% YtD.
Sejumlah analis mengkhawatirkan prospek saham emiten tekstil tersebut pasca resmi bangkrutnya SRIL atau Sritex oleh PN Niaga Semarang. Pasalnya, kinerja keuangan dan operasional emiten TPT relatif lemah akibat besarnya impor dari China.
Edukasi dan edukasi pelanggan PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Vinko Satrio Pekerti mengatakan, situasi ini telah mengoreksi harga jual tekstil di Tanah Air secara signifikan. Akibatnya sebagian besar perusahaan tidak mampu membayar kewajiban utangnya kepada kreditur.
Tren penurunan penjualan sejak pandemi Covid-19 berdampak serius pada kemampuan perseroan memenuhi kewajibannya, kata Vinko saat dihubungi, Kamis (24/10/2024).
Secara keseluruhan, kata Vinko, industri tekstil menghadapi tantangan fluktuasi harga bahan baku dan persaingan global. Ia berharap pemerintah dapat menemukan solusi atas kesulitan yang dihadapi industri dalam pekerjaan tersebut.
Berikut kinerja saham emiten TPT per 28 Oktober 2024 hingga pukul 10.00 WIB:
Penafian: berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel