Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia baru bisa swasembada gula pada tahun 2029 melalui pendekatan teknologi dibandingkan perluasan lahan, kata pengamat pertanian.
Gagasan Kementerian Pertanian untuk menjadikan Indonesia swasembada gula pada tahun 2028 patut dipertanyakan.
Elisa Mardian, Pengamat Pusat Reformasi Ekonomi (Mayor) Indonesia, mengatakan saat ini 63 persen gula Indonesia masih diimpor.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), definisi swasembada adalah: 90% kebutuhan nasional dipenuhi di dalam negeri.
Menurut dia, jika kebijakan pemerintah tetap salah maka akan berdampak pada impor gula yang meningkat tajam. Lebih jauh lagi, menurunnya produktivitas tebu dan pabrik gula rafinasi dapat menyebabkan peningkatan permintaan tebu.
Namun, Elisa yakin Indonesia bisa swasembada gula jika dilakukan pendekatan kebijakan yang tepat.
“Dibutuhkan lebih dari satu masa jabatan presiden untuk mencapai swasembada gula,” kata Eliza kepada Bisnis, Rabu (30/10/2024).
Elisa yakin Indonesia akan mengurangi ketergantungan impor gula jika pemerintah mengambil kebijakan berbasis inovasi teknologi dibandingkan perluasan lahan.
“Kalau sikap politik kita benar, kita bisa mendapatkan gula,” ujarnya.
Lebih lanjut, Elisa mengatakan Indonesia membutuhkan waktu dan dukungan nyata dari pemerintah untuk bisa swasembada gula. Faktanya, produktivitas tebu mungkin lebih tinggi dibandingkan di Thailand.
Selain itu, terdapat kesenjangan yang signifikan antara hasil tebu Indonesia dan Thailand. Keadaan ini menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi gula nasional. Sementara profitabilitas Indonesia berkisar 7%, sedangkan Thailand 11,82%.
Elisa mengungkapkan, pabrik gula Indonesia yang memiliki imbal hasil rendah memiliki mesin yang sudah tua. Untuk itu, tidak hanya peningkatan produktivitas tebu yang perlu dilakukan, namun juga peningkatan produksi gula.
Menurut Elisa, tujuan swasembada gula dapat dicapai melalui empat langkah. Pertama, perlunya pengembangan ekosistem riset dan inovasi pada industri gula agar industri dapat lebih produktif dan efisien. Kedua, revitalisasi pabrik dan mesin yang berusia ratusan tahun.
Ketiga, meningkatkan produktivitas pabrik gula khususnya gula putih dengan memberikan insentif dan fasilitas kredit.
Menurut Elisa, yang ada di pasaran saat ini terdiri dari gula kristal putih berbahan dasar tebu dan gula rafinasi berbahan baku gula impor.
Dia mengatakan, pinjaman gula yang ideal adalah jangka waktu bertahun-tahun, minimal dua tahun. “Harus dibentuk lembaga yang mendukung industri, seperti BPDP yang dibentuk untuk mengelola perkebunan sawit nasional,” ujarnya.
Dan langkah keempat adalah pemberian pupuk khusus untuk meningkatkan hasil tebu.
Diberitakan sebelumnya, Heru Tri Vidarto, Plt Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), mengatakan swasembada gula bisa segera dicapai melalui intensifikasi benih bermutu hingga pengelolaan lahan tanaman. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan meningkatkan produksi di lahan yang ada
“Jadi dengan meningkatkan produksi di lapangan yang ada saat ini, Insya Allah kita bisa swasembada gula konsumsi pada tahun 2028,” kata Heru di Jakarta, Senin (28/10/2024).
Heru menegaskan, belum ada konversi lahan untuk produksi gula konsumsi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia masih kebanjiran impor gula pada Januari hingga September 2024. Volume impor mencapai 2,14 miliar dolar AS dengan volume gula pasir sebanyak 3.663 ton.
Berdasarkan data impor gula BPS yang diperoleh Bisnis, setidaknya ada lima negara yang didominasi importir gula. Ini termasuk Brazil, Thailand, Australia, Vietnam dan Afrika Selatan.
Pada Januari-September 2024, diketahui Brazil menjadi negara yang paling banyak mengimpor gula bagi Indonesia. Pada periode tersebut, jumlah gula yang diimpor dari Brazil mencapai 2.126 ton dengan total nilai 1,23 miliar dollar AS.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA