Banyak Produsen Manufaktur Beralih jadi Importir, Efek Permendag 8/2024?

Bisnis.com, Jakarta – Dampak liberalisasi impor besar-besaran yang dilakukan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kini menyebabkan beralihnya dunia usaha dari produsen manufaktur menjadi pedagang yang mengimpor barang berbahan baku luar negeri. 

Kondisi itu dikatakan Kementerian Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 tentang Ketentuan Impor Tidak Berlaku Pertimbangan Teknis (Pertech) untuk 7 Item di Kementerian Perindustrian. 

Juru bicara Kementerian Perindustrian Fabri Hendri Antony Arif mengatakan larangan tersebut akan membanjiri pasar dalam negeri dengan barang-barang impor seperti pakaian, sepatu, kosmetik, tas, obat-obatan tradisional dan suplemen kesehatan, serta barang elektronik. 

“Banyak kejadian yang membuat para pelaku industri dalam negeri kita menjadi pedagang. Maka jangan sampai hal itu terjadi, kami informasikan ini adalah dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024,” kata Fabri dalam keterangan IKI. , Kamis (31/10/2024). 

Fabri mengatakan ketujuh item tersebut bisa leluasa masuk ke pasar dalam negeri tanpa adanya Pertec. Aturan ini dapat mengancam stabilitas industri dalam negeri. 

Apalagi negara produsen terbesar ini sedang mengalami kelebihan pasokan, ujarnya. Sementara itu, masuknya barang dari negara-negara tersebut ke pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa juga dilarang atau dilarang. 

“Di Indonesia sedang terjadi banjir. Jika pasar dalam negeri kebanjiran produk impor, termasuk tekstil, hal ini akan terjadi ketika permintaan produk lokal menurun, produksi menurun, dan akhirnya para pelaku industri akan berpikir ulang karena jika terus berproduksi maka mereka akan melakukan hal yang sama. akan kalah. Dia menjelaskan. 

Tidak sedikit pelaku industri yang tadinya produsen barang kini memilih menjadi importir barang jadi. Alasannya, impor lebih mahal dibandingkan produksi sendiri. 

“Di sebagian besar industri elektronik, konsumsinya di bawah 40%. Sangat menguntungkan bagi mitra industri untuk mengimpor produk elektronik jadi dibandingkan memproduksinya,” ujarnya. 

Situasi ini disusul dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024 dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia yang terkontraksi selama 3 bulan berturut-turut. PMI pada September lalu adalah 49,2, bulan sebelumnya 48,9, dan Juli 2024 49,3. 

“Kami sampaikan Indeks Keyakinan Industri atau PMI Manufaktur bulan Oktober ini kemungkinan akan lebih tinggi karena belum ada kebijakan yang signifikan untuk mendongkrak industri dalam negeri,” tutupnya. 

Lihat berita dan cerita lainnya di Google Berita dan Saluran WA

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *