Stres Picu Kebiasaan Merokok, Psikolog Sarankan Kurangi Bertahap

Bisnis.com, JAKARTA – Kebiasaan merokok diyakini muncul sebagai respons terhadap stres di tempat kerja yang perlu dikurangi secara bertahap dengan mengambil risiko.

Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa Puspita Tri Utami mengatakan stres dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan dan menimbulkan gangguan kesehatan baik mental maupun fisik.

“Sebagai respons terhadap stres, para pekerja seringkali melakukan berbagai kebiasaan berisiko seperti merokok,” kata Puspita dalam wawancara dengan Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo), dilansir Rabu (6/11/2024).

Menurutnya, pekerja yang gagal berhenti merokok dan memperbaiki gaya hidupnya secara bertahap dapat menggunakan rokok lain seperti rokok elektronik, rokok bungkus, dan rokok panas.

Ia mengatakan, secara psikologis, stres dapat menyebabkan depresi, psikosomatis, bahkan masalah psikologis. Dari segi gaya hidup, stres dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari jantung, diabetes melitus, muskuloskeletal, sakit kepala, hingga sistem kekebalan tubuh.

Turut berbicara dalam acara yang sama, Psikolog Bapak Sukmayanti Rafisukmawan mengatakan, untuk mengatasi stres mental diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang pendidikan agar pekerja tidak melakukan kebiasaan berbahaya seperti merokok.

“Jika berdiri segera tidak berhasil dan tetap dipaksakan, maka terciptalah ketidakseimbangan dalam bentuk kecemasan berlebihan yang berujung pada depresi, perubahan suasana hati, dan ketidakstabilan mental.” katanya.

Bagi perokok lanjut usia yang kesulitan untuk segera berhenti, mereka mungkin mempertimbangkan untuk mencoba mengurangi risiko dengan menggunakan produk tembakau lainnya.

Sementara itu, ahli gizi klinis Andri Kelvianto mengatakan, pengurangan kebiasaan buruk terkait stres sebaiknya dilakukan secara bertahap.

“Kalau soal emosional feeding, kita tahu hormon kortisolnya tinggi, jadi perlu reward berupa makanan manis untuk meningkatkan hormon dopamin. Jadi, Anda bisa beralih ke kalori bebas gula karena itu akan memberi reward. karena makan emosional itu rasanya manis,” ujarnya.

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *