Bisnis.com, JAKARTA – Dalam pidato kenegaraan pertamanya usai dilantik, Presiden Prabowo Subianto mengisyaratkan Indonesia akan swasembada pangan dalam 5 tahun ke depan. Prabowo sendiri yakin dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia bisa menjadi keranjang pangan dunia.

Namun swasembada pangan saja tidak cukup, harus dibarengi dengan ketahanan pangan. Penyediaan pangan berfokus pada peningkatan ketersediaan pangan di tingkat nasional. Ketahanan pangan mengutamakan akses pribadi terhadap makanan bergizi untuk kesehatan dan produktivitas. Kombinasi keduanya akan menjamin pemerataan ketersediaan dan akses pangan bagi seluruh masyarakat.

Keinginan untuk mandiri dan menyediakan pangan menghadapi tantangan yang besar. Menurut penelitian Hadi Santos, Akhmad Makhfati dan Hengki Purwot, infrastruktur berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Data di 33 provinsi (2012-2016) menunjukkan bahwa jalan, irigasi, dan listrik berpengaruh positif terhadap ketahanan pangan.

Sayangnya, pembangunan infrastruktur besar-besaran dalam satu dekade terakhir hanya memberikan kontribusi yang kecil terhadap ketahanan pangan nasional. Jalan tol dan bandara memudahkan mobilitas dan distribusi, namun investasi besar tersebut gagal mengatasi permasalahan mendasar di sektor pertanian, seperti akses terhadap teknologi, buruknya irigasi, dan terbatasnya akses pasar. Dampaknya, ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan masih tinggi.

Berdasarkan Indeks Ketergantungan Perdagangan Pangan 2022, Indonesia masih sangat bergantung pada impor produk pangan pokok. Sebanyak 54% gandum diimpor dari Australia dan 26% dari Kanada, karena gandum sulit ditanam di Indonesia karena terbatasnya lahan. Ketergantungan ini membuat ketahanan pangan Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan global.

Begitu pula dengan kedelai yang 71% impornya berasal dari Amerika. UU., sedangkan produksi nasional hanya memenuhi kurang dari 10% kebutuhan nasional. Kedelai merupakan bahan utama pembuatan tempe dan tahu yang merupakan makanan pokok masyarakat. Tingginya ketergantungan terhadap impor menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur tidak meningkatkan produksi pangan dalam negeri secara signifikan. Kondisi yang menunjukkan ketidaksesuaian antara prioritas pembangunan infrastruktur dan kebutuhan ketahanan pangan.

Situasi serupa terjadi pada beras. Meskipun lahan pertanian luas, produktivitas padi masih rendah. Indonesia harus mengimpor 37% berasnya dari Vietnam, 28% dari Thailand, 20% dari India, dan 15% dari Pakistan. Bahkan untuk jagung, yang penting bagi industri pakan dan biofuel, Indonesia masih bergantung pada impor, terutama dari Argentina.

Program ketahanan pangan pemerintahan Prabowo harus mampu mengatasi tantangan tersebut. Pembangunan infrastruktur harus dipadukan dengan tujuan strategis untuk mendukung sektor pertanian.

Pengembangan irigasi yang efisien, akses terhadap teknologi pertanian modern dan dukungan untuk meningkatkan produktivitas petani lokal merupakan isu penting. Pemerintah perlu lebih fokus pada infrastruktur yang mendukung langsung proses produksi pangan, seperti irigasi, jalan pertanian, gudang penyimpanan, dan fasilitas pengolahan pangan di pedesaan.

Pemerintah harus mendorong petani untuk meningkatkan kapasitas produksi. Akses terhadap kredit, pelatihan teknis dan dukungan melalui teknologi modern.

Semua ini merupakan langkah konkrit yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian. Penting bagi pemerintah untuk memperkuat rantai pasokan pangan. Tujuannya adalah untuk memastikan produk pertanian disimpan dan didistribusikan secara efisien, mengurangi kerugian pasca panen dan memastikan masyarakat memiliki akses terhadap pangan berkualitas dengan harga terjangkau.

Dalam jangka panjang, ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada kapasitas produksi dalam negeri. Pada saat yang sama, kemampuan untuk mempertahankan produksi berkelanjutan dalam menghadapi perubahan iklim harus terjamin. Rendahnya skor Indonesia dalam kategori keberlanjutan dan adaptasi menyoroti pentingnya strategi adaptasi yang lebih baik.

Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan pertanian yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan bencana alam. Penting untuk berinvestasi dalam penelitian pertanian yang berfokus pada inovasi teknologi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kondisi cuaca ekstrem.

Ambisi utama pemerintahan Prabowo Subianto dalam bidang ketahanan pangan adalah kemampuan mengatasi tantangan yang sangat kompleks dengan pendekatan holistik. Kepemimpinan Prabowo harus mampu mengintegrasikan pembangunan infrastruktur dengan penguatan sektor pertanian.

Integrasi ini menjadi solusi untuk mengakhiri ketergantungan Indonesia pada impor pangan. Termasuk mengatasi permasalahan mendasar di sektor pertanian. Kami menantikan kebijakan yang berfokus pada pembangunan pertanian berkelanjutan dan investasi di bidang infrastruktur untuk mendukung sektor pangan.

Dengan demikian, Indonesia tidak hanya berpeluang besar untuk mencapai swasembada pangan, namun diharapkan menjadi keranjang pangan dunia.

Jika tidak, tujuan swasembada pangan hanya akan menjadi janji yang tidak terwujud.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *