Implementasi Biodiesel B40 Diproyeksi Butuh Dana Rp47 Triliun pada 2025

Bisnis.com, MANGUPURA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan perlu mengalokasikan dana untuk penerapan biodiesel berbasis kelapa sawit 40% dengan solar atau B40 hingga Rp 47 triliun pada tahun depan. 

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan proyeksi pendapatan pungutan ekspor sawit hanya berkisar Rp 21,5 triliun. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan inovasi pembiayaan lain untuk mendukung program mandatori biodiesel. 

“Dari penerimaannya saja, pungutan ekspor jelas tidak bisa dibiayai,” kata Eddy dalam konferensi pers Indonesia Palm Oil Conference 2024 dan Price Outlook 2025 atau IPOC 2024, Kamis (7/11/2024). 

Kebutuhan dana tersebut bisa lebih tinggi jika harga Fatty Acid Methyl Ester (FAME) lebih mahal dibandingkan solar. Dia menjelaskan, posisi keuangan BPDPKS dari neraca tahun 2022 hingga proyeksi pungutan ekspor tahun 2025 masih memenuhi persyaratan dana insentif B40. 

Dia menjelaskan, total dana yang dikelola BPDPKS tahun ini mencapai Rp 31,8 triliun. Angka tersebut berasal dari pajak ekspor sebesar Rp 26 triliun dan dana cadangan sebesar Rp 5,5 triliun. 

“Pada tahun 2025, kami juga memproyeksikan tarif debitur ekspor, pungutan ekspornya masih berdasarkan PMK Nomor 62 Tahun 2024, pendapatan kami hanya berkisar Rp 20,3 triliun,” ujarnya.  

Di sisi lain, BPDPKS juga akan mendapat dana dari pengelola sebesar Rp. 1,1 triliun sehingga diproyeksikan pada tahun 2025 pendapatannya mencapai Rp. 21,5 triliun. 

“Sebelumnya saldo tahun 2024 berkisar Rp31-32 triliun, diperkirakan sisa dana yang tersedia ditambah proyeksi pendapatan pada tahun 2025,” jelasnya. 

Menurut Eddy, dengan target penerapan B40 mulai Januari 2025 dan asumsi harga FAME akan naik ketika harga solar ditahan, maka beban yang harus dibayar BPDPKS untuk subsidi biodiesel disebut meningkat. 

Dengan asumsi tersebut maka kebutuhan pendanaan untuk pelaksanaan B40 tahun depan berada pada kisaran Rp 46 triliun – Rp 47 triliun dengan proyeksi kebutuhan volume sebesar 15,78 juta kiloliter, meningkat dari penerapan B35 saat ini yang kebutuhan pasokannya mencapai 13,4. juta kiloliter.

“Kita perlu mencari inovasi pendanaan. Saya belum tahu seperti apa, saat ini kita sedang melakukan kajian, kajian, yang mungkin akan dikirim ke pemerintah melalui dewan pengarahnya sendiri,” tutupnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *