Bisnis.com, Jakarta – Pertumbuhan investasi di Indonesia melambat. Perusahaan ini mencatat pertumbuhan sebesar 15,24% (IT/IT) pada Q3 2024, sedangkan Q3 2023 mencatat pertumbuhan sebesar 21,60% YoY.
Lalu apakah hal ini ada hubungannya dengan penurunan indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur pada Juli-September 2024?
Sekjen HIPMI 2022-2025 Anguirah mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan PMI manufaktur menurun atau masuk teritori negatif pada Juli-September 2024, khususnya di bawah 50 sehingga melemahkan permintaan domestik dan ekspor.
“Meski investasi naik 15,24 persen year-on-year pada kuartal III 2024, namun hal ini tidak terkait langsung dengan kontraksi sektor manufaktur,” kata Angvira kepada Bisnis, Selasa (15/10/2024).
Menurut dia, peningkatan investasi kemungkinan besar akan didorong oleh investasi di sektor lain seperti infrastruktur, energi terbarukan, dan teknologi yang masih menunjukkan hasil positif.
Diakuinya, sektor manufaktur memang terkena dampak perlambatan permintaan global dan domestik, namun hal ini mungkin menjadi alasan investor mencari sektor alternatif yang lebih stabil dalam jangka pendek.
Namun kontraksi yang berkepanjangan pada sektor manufaktur dapat mengurangi daya tarik investasi pada sektor ini jika tidak segera diatasi. Sebab, hal tersebut menunjukkan adanya kelemahan mendasar pada konsumsi dan ekspor yang perlu mendapat perhatian lebih.
Anguiera menilai untuk mencapai target investasi sebesar Rp 1.868,2-1.905,6 triliun pada tahun 2025, ada beberapa hal yang perlu dilakukan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Hal ini termasuk diversifikasi sektor investasi dan perbaikan peraturan dan perizinan. Ia merinci perlunya memperluas sektor-sektor yang menarik investasi, terutama di bidang ekonomi digital, energi terbarukan, dan sumber daya alam.
“Pemerintah bisa memberikan insentif tambahan kepada investor yang berinvestasi di kawasan strategis tersebut,” ujarnya.
Selain itu, mereka melihat perlunya perbaikan peraturan dan perizinan. Anguiera mengatakan, perampingan birokrasi dan percepatan proses perizinan melalui reformasi struktural yang terus dilakukan, khususnya melalui sistem pengajuan terpadu online (OSS), harus terus dioptimalkan.
“Dengan begitu, investor akan lebih mudah berinvestasi,” tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel