Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menilai kehadiran aplikasi asal China, Temu, berisiko memperkuat devaluasi Indonesia.
Staf Khusus Kementerian Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Fiki Satari menjelaskan, jika Temu berhasil maka Indonesia akan menjadi satu-satunya pasar. Parahnya lagi, Indonesia tidak akan mendapat nilai tambah karena semua produk diproduksi dan dikirim langsung ke China.
Selain itu, produsen UMKM juga diprediksi tidak akan mampu bersaing dengan Temu karena produk yang dijual lebih murah dibandingkan harga pokok penjualan (HPP).
“Penjual UMKM, afiliasi marketer, dan influencer akan mati karena tidak ikut bertransaksi,” kata Fiki kepada Bisnis, Senin (14/10/2024). .
Dengan demikian, lanjutnya, akan terjadi tingginya angka pengangguran yang berdampak pada daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan inflasi yang berbahaya bagi perekonomian Indonesia.
Fiki juga menjelaskan, selama model bisnis Temu masih producer-to-consumer (M2C), Temu tidak bisa beroperasi di Indonesia.
Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2002 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023.
Di sisi lain, Kementerian Koperasi dan UMKM juga mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang memblokir aplikasi Temu di Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Informatika [Budi Arie Setiadi] mengatakan permintaan TEMU diblokir dan kami di Kementerian Koperasi dan UKM mengapresiasi langkah ini untuk melindungi UMKM kita, ”ujarnya.
Fiki menjelaskan, Temu saat ini belum berdampak pada UMKM lokal, karena platform milik China tersebut belum beroperasi di Indonesia.
“Saat ini Temu belum berdampak pada UMKM karena belum berkarya di Indonesia,” kata Fiki.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, sektor UMKM menyumbang 61% atau Rp 9.580 triliun terhadap PDB produk domestik bruto (PDB). Sedangkan kontribusi UMKM dalam penyerapan tenaga kerja mencapai 97% dari total jumlah pekerja.
Saat isu Temu mencoba masuk ke Indonesia, Fiki juga mengatakan belum ada pertemuan antara Kementerian Aliansi dengan UKM dan Temu.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi Temu di Indonesia karena aplikasi China tersebut tidak terdaftar sebagai operator sistem tenaga (PSE), dan mengancam UMKM Indonesia.
Direktur Jenderal Informasi dan Humas (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Prabunindya Revta Revolution menjelaskan, proses pendaftaran PSE sebenarnya terbilang sederhana, namun hingga saat ini belum ada sinyal dari Temu untuk melakukan hal tersebut. “Kalau tidak didaftarkan sebagai PSE kemungkinan besar akan dibanned,” kata Prabu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mencatat trafik pengguna aplikasi di Indonesia masih sangat rendah. Namun jika terjadi peningkatan trafik dan dampaknya besar, tim akan bertindak cepat.
Selain itu, Prabu mengatakan aspek perlindungan konsumen juga menjadi perhatian Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menurutnya, produk yang dijual di Temu tidak terjamin kualitasnya karena tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Ketika harga produk sangat murah, kualitasnya tidak bisa terjamin. “Ini berbahaya bagi konsumen,” jelasnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika sebenarnya sudah membaca rambu-rambu yang membolehkan harga atau dumping harga di hadapan Temu.
Aplikasi Temu, kata Prabu, menghubungkan langsung produk dari pabrik ke konsumen, dan dinilai paling berbahaya bagi UMKM lokal.
“Kalau produk luar negeri harganya lebih murah dibandingkan produk UMKM, konsumen pasti menginginkan yang lebih murah. “Hal ini membuat UMKM kita sulit bersaing,” jelasnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel