Bisnis.com, JAKARTA — Penerbit batubara Bakrie Group, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) berencana menyelesaikan studi proyek batubara tersebut pada tahun depan.
Direktur PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) Rio Supin mengatakan pihaknya baru-baru ini mempelajari potensi pembuangan batu bara hilir dengan produk akhir metanol dan amonia.
“Tujuannya kita selesaikan kajiannya pada tahun 2025,” kata Rio pada Rakornas REPNAS di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Meski demikian, Rio mengatakan perseroan masih menunggu aturan teknis terkait amanat royalti 0% bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi dan IUPK untuk melanjutkan operasi kontrak atau perjanjian.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kementerian ESDM yang merupakan peraturan pelaksanaan UU No.
“Sampai saat ini belum ada regulasi yang akan menerapkan aturan 0% tersebut, sehingga ketika kami ngobrol dengan mitra investor kami, mereka menanyakan kesiapan regulasi tersebut,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan perusahaannya menunggu penerapan kebijakan pajak karbon. Menurutnya, kerangka kebijakan karbon akan berdampak serius terhadap perekonomian proyek-proyek selanjutnya yang akan dilaksanakan BUMI.
“Penambangan batu bara dalam proses gasifikasi batu bara, suka atau tidak suka, akan melepaskan CO2 dalam jumlah besar,” ujarnya.
Sebelumnya BUMI bekerja sama dengan perusahaan energi Amerika (AS) Air Products untuk mengubah batu bara menjadi metanol.
Namun proyek tersebut terpaksa ditarik karena Air Products menarik diri dari investasi batubara di Indonesia.
Baru-baru ini BUMI menandatangani perjanjian strategis dengan perusahaan asal China pada tahun lalu untuk menjajaki kemungkinan pengolahan batu bara menjadi metanol atau amonia.
“Tahun lalu kami menandatangani perjanjian strategis untuk menggantikan Air Products,” ujarnya.
Dilihat dari laporan keuangannya, laba bersih BUMI tercatat sebesar USD 84,91 juta atau sekitar Rp 1,38 triliun (kurs Rp 16.294 per USD). Laba tersebut naik 3,76% YoY (YoY) dari 1H/2023 sebesar USD 81,82 juta atau sekitar Rp 1,33 triliun.
Namun pendapatan perseroan justru turun 32,76% YoY menjadi USD 595,84 juta atau sekitar Rp 9,70 triliun pada 6 bulan pertama tahun 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 886,27 juta atau sekitar Rp 14,44 triliun.
Sejalan dengan penurunan pendapatan, beban pokok BUMI juga turun 30,3% menjadi $542,1 juta dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar $777,61 juta.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel