Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) berharap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bisa melanjutkan program peluncuran roket satelit di masa pemerintahan Prabowo-Jibran. Tujuannya agar Indonesia meluncurkan rudalnya sendiri.
Sekretaris Jenderal ASSI Sigitjati Putru mengatakan hal ini disebabkan oleh tren satelit yang lebih kecil dan teknologi LEO (Low Earth Orbit) yang semakin membanjiri ruang angkasa.
Seperti diketahui, operator satelit di Indonesia kebanyakan menggunakan satelit Geostationary Orbit atau Geostationary Earth Orbit (GEO).
Satelit tersebut mengorbit pada ketinggian 36.000 km di atas permukaan bumi, jauh lebih tinggi dibandingkan satelit LEO yang berada pada ketinggian 500-1.200 km di atas permukaan bumi. Oleh karena itu, satelit LEO lebih baik dalam hal kecepatan koneksi internet dan lebih sedikit latensi atau lag koneksi.
Makanya kami sangat mendukung konsep program rudal swasta atau kerja sama pemerintah-bisnis [KPBU] untuk rudal Indonesia, kata Siget dalam Bisnis, Selasa (15/10/2024).
Selain roket, Sigt juga berharap dapat meningkatkan industri telekomunikasi. Sigt menghadapi persaingan yang tidak seimbang di industri telekomunikasi.
Hal ini disebabkan hadirnya operator dari luar negeri, termasuk kedatangan Starlink dan masuknya operator global Amazon Kuiper ke Tanah Air.
Oleh karena itu, Sigit berharap Menteri Komunikasi dan Informatika pada Kabinet mendatang bisa mengkaji ulang operator asing, salah satunya menawarkan alokasi spektrum satelit kepada operator asing.
“Mungkin penting untuk mempertimbangkan hal seperti frekuensi seluler melalui tender, karena dapat memberikan tambahan pendapatan yang signifikan bagi pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Sigit juga diharapkan secara khusus menegakkan kembali regulasi enkripsi di Indonesia untuk mendorong perkembangan industri telekomunikasi Tanah Air.
Sigt juga menilai peningkatan kemandirian digital harus menjadi target 5 tahun ke depan yang menjadi prioritas Menteri Komunikasi dan Informatika berikutnya.
“Karena situasi geopolitik yang semakin tidak menentu, pemerintah Indonesia tentunya tidak boleh menggunakan ‘informasi proxy digital’ untuk menyebarkan Indonesia melalui informasi palsu tentang aplikasi digital dominan di luar negeri,” kata Sigit.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel