Bisnis.com, Jakarta – Survei terbaru Inventure bertajuk Indonesia Industry Outlook 2025 menunjukkan 92% kelas menengah ingin membatalkan atau mengubah undang-undang Presiden Prabowo Subianto yaitu PPN hingga 12% pada tahun depan.
Yosuhadi, Ketua Indonesia Industry Outlook, menjelaskan survei tersebut menanyakan kepada para perantara: Apa kebijakan pemerintah Indonesia yang harusnya Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi) dicopot, direformasi, atau dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo-Jabran?
Alhasil, kenaikan PPN menjadi 12% pada 12 Januari 2025 ditolak keras. Kenaikan PPN sendiri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2021 Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“49% menyatakan harus dihapus, 43% direvisi [total 92%], dan hanya 7% yang meminta Pak Prabowo dilanjutkan,” kata Yosuhadi pada konferensi Indonesia Industry Outlook 2025 di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat. . Rabu (23/10/2024).
Di tempat lain, pembangunan infrastruktur masih terhambat. Rinciannya: 34% meminta membatalkan, 47% meminta mengulang, dan hanya 19% meminta melanjutkan.
“Karena pembangunan infrastruktur itu pengurangan kesejahteraan kelas menengah, bantuan, mungkin bantuan sosial,” jelas Yosuhadi.
Kini yang ketiga, kelas menengah menolak kebijakan penghapusan BPJS kelas. Rinciannya: 32% meminta membatalkan, 45% meminta mempertimbangkan kembali, dan hanya 23% yang meminta melanjutkan.
Sebaliknya, ada dua kebijakan pemerintahan Jokowi yang diinginkan mayoritas masyarakat kelas menengah agar dilanjutkan oleh Presiden Prabowo: program gizi gratis (72%) dan pendidikan gratis (54%).
Sebagai informasi, penelitian ini dilakukan terhadap 450 responden yang termasuk generasi Milenial kelas menengah dan Gen Z dengan menggunakan metode wawancara tatap muka pada September 2024. Survei dilakukan di lima kota besar yakni Jabuditabak, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. . Kenaikan PPN harus dibatalkan
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengakui rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 belum final meski sudah diamanatkan undang-undang HPP.
Direktur Jenderal Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Davy Astuti menjelaskan apakah akan menaikkan PPN atau tidak, keputusan akhir akan diambil oleh pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Penetapan tarif PPN sebesar 12% merupakan tanggung jawab UU HPP. Namun penetapan tarif PPN akan mengikuti undang-undang pemerintah yang baru,” jelas Dewey kepada Bissen, Senin (14/10/2024).
Sementara kubu Prabowo Subianto menyebut pada 12 Januari 2025 ada peluang menolak kenaikan PPN. Namun perselisihan ini harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Jabran, Anggawira menjelaskan, Pasal 7 Ayat (1) UU HPP mengamanatkan agar PPN pada tahun depan dinaikkan sebesar 1% dari 11% menjadi 12%.
Oleh karena itu, lanjut Anggawira, pembatalan kenaikan PPN hanya bisa dilakukan melalui revisi UU HPP. Pemerintahan sendiri hanya dapat diperbarui dengan persetujuan pemerintah dan DPR.
“Kedepannya pemerintah harus bicara dengan DPR, jangan hanya kemauan pemerintah saja, karena itu keputusan politik ya kalau disebut undang-undang,” jelas Ingo Vera saat ditemui pada Musyawarah Nasional Rapnas di Jakarta Selatan. , Senin (14/10/2024).
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini mengatakan, dari sisi bisnis ia akan mengikuti keputusan pemerintahan Prabowo ke depan. Meski demikian, Anggawira meminta masing-masing pihak bersabar terkait kebenaran harga PPN tersebut.
Jadi kalau begitu kita tunggu saja apakah ada revisi, kalau ada revisi berarti ada perubahan tarif PPN, ujarnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel