Pengusaha Kawasan Industri Soroti Ketidakpastian Hukum Masih Hambat Investasi

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Kawasan Industri (HKI) memperkirakan ketidakpastian hukum masih menjadi kendala investasi di kawasan industri. Hal ini menyebabkan perekonomian nasional tumbuh sekitar 5% pada dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Direktur Jenderal HKI Sanny Iskandar mengatakan ketidakpastian hukum menjadi polemik klasik yang belum terselesaikan dalam 10 tahun terakhir. Untuk itu, tantangan pengelolaan kawasan industri dan manufaktur nasional terkait dengan reformasi regulasi dan birokrasi. 

“Hambatan pertumbuhan ekonomi apa yang dibidik pemerintahan Pak Jokowi? Investasi [di kawasan industri] harusnya masuk, saya katakan hambatannya adalah kepastian hukum,” kata Sanny di Forum Bisnis Indonesia: Warisan Dekade Mendatang dan Masa Depan Harapan. , pada Rabu (16/10/2024). 

Ia menjelaskan beberapa permasalahan kepastian hukum yang disoroti oleh pelaku industri terkait dengan peraturan dan kebijakan pemerintah serta perizinan investasi utama yang tidak konsisten dan tumpang tindih. 

Setidaknya ada tiga izin utama yang sering terhambat, yaitu izin perencanaan wilayah (RTRW) termasuk kesesuaian penggunaan lahan untuk kegiatan (KKPR), izin lokasi, izin mendirikan bangunan dan sertifikat kesesuaian operasional, serta permohonan dampak lingkungan. analisis (AMDAL). 

“Sebelum datang ke sini, terdengar investor besar tidak bisa melaksanakan pembangunan industri karena ada persetujuan AMDAL yang konon jumlahnya ribuan, tanpa AMDAL tidak ada yang bisa dimulai,” jelasnya. 

Pihaknya sudah berkali-kali menyampaikan keluhan kepada pemerintah. Padahal, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Presiden Jokowi memahami kondisi tersebut. Meski demikian, kontroversi izin AMDAL masih belum terselesaikan.

Tantangan lainnya terkait dengan penyediaan layanan, termasuk logistik, di berbagai lokasi yang aksesnya masih terbatas. Faktanya, ketika industri manufaktur datang ke suatu tempat, infrastrukturnya harus sempurna. 

“Ada kebutuhan nyata akan pelayanan umum bagi industri, misalnya saja tawaran harga gas industri jika gas berbeda dengan listrik, karena di setiap daerah harganya berbeda-beda dari sumbernya, yang memang tidak memberikan kepastian. hingga industri. perencanaan operasional,” ujarnya. 

Ia mengapresiasi kebijakan harga gas bumi (HGBT) yang diberlakukan pemerintah meski penerapannya belum maksimal karena kendala dari pemasok gas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. 

“Pasokan listriknya sama, Menteri ESDM begini untuk panel surya terbarukan, tapi surat edaran PLN beda, kita lihat, perusahaan manufaktur malu dengan mitra kita, regulasinya seperti ini, tapi penerapannya berbeda-beda, termasuk industri tidak mungkin berkendara tanpa standar air,” jelasnya. 

Selain itu, Sanny juga mengungkapkan tugas pemerintah ke depan terkait penyelesaian beberapa tantangan perizinan serta fasilitasi insentif pajak agar kawasan industri Indonesia lebih kompetitif. 

Sebab tidak bisa dipungkiri, Indonesia kini tidak hanya bersaing dengan Thailand atau Vietnam, tapi juga Bangladesh dan Myanmar. Artinya, mendorong investasi penting dilakukan agar Indonesia lebih menarik dibandingkan negara lain.

“Kita berharap pemerintah mengeluarkan semacam kebijakan insentif. Kita belum mengeluarkan perintah, terlalu cepat diberitahu. Kalau PP sudah keluar, belum ada perintah penegakannya, tunggu lagi,” jelasnya. Dia. 

Namun jika melihat data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi perumahan, kawasan industri, dan perkantoran pada Januari-September 2024 sebesar Rp 91,56 triliun atau 7,26% dari total realisasi investasi nasional. 

Realisasi investasi pada periode ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 83,7 triliun. Padahal, pertumbuhan investasi di sektor ini berpotensi tumbuh. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *