Bisnis.com, Jakarta — Dengan berubahnya kebiasaan masyarakat yang semakin ramah digital, prospek financial technology (fintech/fintech) semakin cerah. Sejumlah indikator menunjukkan arah pergerakan sektor ini terus meningkat.
Industri fintech terus mengalami perubahan positif, salah satunya terlihat dari bertambahnya jumlah perusahaan fintech di Indonesia. Berdasarkan data Statista, perusahaan fintech tumbuh signifikan dari 51 perusahaan pada tahun 2011 menjadi 336 perusahaan pada tahun 2023.
Secara umum, industri fintech dan ekosistem ekonomi digital tumbuh di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri memperkirakan nilai transaksi bisnis digital bisa mencapai Rp 500 triliun pada tahun 2024.
Direktur Ekonomi Digital Institute of Economic and Legal Studies (SELIOS) Nailul Hooda mencermati beberapa indikator yang menunjukkan perubahan preferensi masyarakat dan pola penggunaan jasa keuangan. Masyarakat mulai mengubah preferensinya untuk menggunakan bisnis online.
“Frekuensi nasabah mengunjungi cabang bank mengalami penurunan. Dampaknya, jumlah lembaga perbankan berkurang secara signifikan. Masyarakat lebih banyak menggunakan perangkat smartphone untuk mengakses layanan bisnis,” jelasnya kepada Bisnis, Sabtu (19/10/2024 ). ).
Selain itu, pertumbuhan rekening keuangan digital lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kartu kredit dan debit. Orang-orang sekarang bertransaksi tanpa kartu.
Dengan indikator tersebut, menurutnya, industri fintech akan terus tumbuh signifikan ke depan. Layanan Fintech semakin beragam dengan tersedianya banyak layanan baru dari perusahaan-perusahaan yang sudah ada maupun perusahaan-perusahaan baru, termasuk peran perbankan yang semakin ‘digital’ dalam hal layanan rendam.
“Faktor peningkatan populasi inilah yang terus mendorong fintech ke masa depan,” imbuhnya.
Sementara itu, Head of Marketing Pintu, Iskandar Mohammad mengatakan, kiprah perusahaan fintech di sektor digital juga penting di tengah pandemi Covid-19 yang melanda beberapa tahun lalu.
Epidemi ini memberikan dampak yang besar terhadap penggunaan layanan fintech dalam kehidupan sehari-hari yang telah mengarahkan masyarakat ke layanan digital dan telah mempengaruhi hampir setiap industri fintech termasuk industri kripto.
“Tingginya tingkat transaksi kripto merupakan kabar baik karena semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya berinvestasi dalam pertumbuhan aset mereka. Di sisi lain, tantangan semakin besar terutama dalam hal pendidikan agar masyarakat dapat berinvestasi secara prospektif dan dengan bijak, terutama pada aset kripto yang berada pada fitur high return,” ujarnya.
Pelaku pertukaran kripto seperti Pintu juga terus mengedukasi masyarakat mengenai aset kripto melalui berbagai peluncuran dan skema edukasi.
Selain itu, kemajuan industri fintech harus mendorong inklusi keuangan. Menurutnya, meski pertumbuhan kripto dan fintech sangat besar, pendidikan menjadi tantangan terbesarnya, terutama di industri kripto yang adopsinya sangat cepat.
“Sejak awal kami telah memahami hal ini dan kami tentunya bertanggung jawab untuk menyediakan materi dan infrastruktur pendidikan bagi masyarakat yang tidak berinvestasi di kripto atau yang membutuhkan analisis di pasar kripto,” kata Iskandar.
Proses penting lainnya adalah pembahasan perkembangan regulasi aset kripto yang bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan seperti Bappebti, OJK, crypto exchange CFX, asosiasi dan berbagai mitra regulator.
Ebinprima Rizki, Direktur Pemasaran, Komunikasi, dan Pengembangan Komunitas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), mengatakan pemerintah telah membantu mengelola aktivitas fintech. Misalnya dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), perkembangan fintech bisa dimungkinkan.
Dalam hal perlindungan data, pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Elektronik. dan negosiasi.
Menurut dia, kiprah industri fintech juga sejalan dengan dukungan regulasi dari pemerintah. Misalnya, transaksi perbankan digital tumbuh 30,5% year-on-year (YoY) dengan total 1,8 miliar transaksi pada Juli 2024.
Kemudian transaksi uang elektronik tercatat 1,3 miliar transaksi, pembayaran QRIS tercatat 524,9 juta transaksi, disusul pengguna 51,4 juta, dan merchant 33,2 juta yang 90% di antaranya adalah UMKM.
Selain itu, outstanding kredit peer-to-peer (P2P lending) mencapai Rp72,03 triliun per Agustus 2024, tumbuh 35,62% year-on-year dengan TWP90 bertahan di level 2,38%.
Setelah itu, nilai transaksi aset kripto kumulatif Januari-Agustus 2024 mencapai Rp344,09 triliun, meningkat 354% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Artinya, pada periode ini dan setelah pandemi, penggunaan layanan fintech di Indonesia meningkat, jelasnya pada Indonesia Business Forum (BIF) 2024, Kamis (16/10).
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel