Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia berpeluang melonggarkan ketentuan free float bagi BUMN atau perusahaan swasta yang berencana melakukan penawaran umum perdana (IPO) dengan target dana besar.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (EIB) Iman Rachman mengatakan, pihaknya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempertimbangkan batas ideal rasio free float terhadap saham yang dimiliki masyarakat saat penawaran umum perdana. 

Berdasarkan ketentuan butir III.2.6.3 Peraturan No. I-A, calon emiten dengan modal melebihi Rp 2 triliun sebelum penawaran umum, memiliki paling sedikit 10% saham beredar bebas dari jumlah seluruh saham yang akan dicatatkan. 

“Ini yang sedang kami pertimbangkan dan diskusikan dengan OJK. Mungkin ada pengecualian bagi orang penting lainnya, yang tidak membutuhkan 10%. Masih kami hitung,” ujarnya, Kamis (17/10/2024) di EIB. gedung di Jakarta.

Iman mengatakan BEI telah melonggarkan aturan free float untuk PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang sebelumnya berencana menggelar IPO pada 2023 dengan perkiraan target dana sebesar US$2 miliar.

Namun anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut dibatalkan karena Kementerian BUMN merasa momentum pasar kurang ideal. 

“Untuk PHE kita berikan keringanan sebesar [float] kurang dari 10% jika kita tahu ukurannya besar. Saya kira itu juga sedang kita lakukan dan sekarang kita sedang evaluasi berapa free float yang sesuai,” kata Iman.

Sementara itu, dia mengatakan hingga akhir tahun ini belum ada entitas negara yang akan IPO. Memang investor sudah tidak sabar menunggu penawaran umum perdana saham BUMN.

“Kapitalisasi pasar kami didorong oleh perusahaan-perusahaan besar dan likuid. “Tentunya setelah swasta, BUMN paling ditunggu,” tutupnya.

Iman juga berharap pemerintahan baru bisa mencatatkan anak perusahaan pelat merah seperti PHE, PT Indonesia Asahan Inalum, dan subholding PTPN PalmCo di bursa pada 2025.

KETERLAMBATAN IPO BUMN

Dalam kesempatan lain, Direktur Utama III PTPN Muhammad Abdul Ghani mengatakan IPO PalmCo tertunda karena kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. 

“IPO tertunda karena kebijakan pemerintah,” kata Ghani melalui pesan singkat kepada Bisnis, 10 Oktober.

Ghani tidak menjelaskan penundaan tersebut. Namun berdasarkan catatan Bisnis.com, Selasa (24/9/2024), disebutkan PalmCo secara prinsip siap mencatatkan saham di BEI.

Di sisi lain, terkait PHE, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan perseroan perlu meningkatkan kinerjanya sebelum mempertimbangkan IPO.

Menurutnya, PHE saat ini fokus pada penguatan hasil riset dan produksi, serta peningkatan merger dan akuisisi (M&A) di luar negeri.

“Dengan harapan nanti bisa meningkatkan produksi dan kapasitas dalam negeri serta memiliki sumur luar negeri. Barulah kita pertimbangkan kembali [penawaran umum perdana],” kata Kartika.

Begitu pula dengan Inalum. Dia mengatakan, IPO Inalum akan rampung setelah investor baru masuk ke proyek perluasan smelter Kuala Tanjung.

Rencananya Inalum akan mencatatkan sahamnya di BEI pada tahun 2024. Namun, mengingat kondisi pasar modal yang diperkirakan akan melambat pada tahun pemilu, perseroan menunda rencana tersebut.

 

______________

 

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *