Gapki Berharap Pemerintah Tak Gegabah soal Implementasi B50

Business.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan program biodiesel B50 yang dicanangkan Presiden Pravo Subianto akan berdampak pada penurunan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya.

Selain itu, menurut Gapki, produksi minyak sawit Indonesia juga tetap stabil dari segi produksi.

Ketua Umum Gapki Eddie Martono mengatakan permasalahan yang dihadapi industri sawit di Indonesia terkait dengan pembaharuan sawit (replantasi) atau Program Restorasi Kelapa Sawit Rakyat (PSR).

“GAPKI [B50] positif, saya yakin pemerintah tidak akan lalai menerapkan B50 asalkan produksinya stabil seperti ini. Apapun yang dikorbankan pasti akan dikeluarkan,” ujarnya di kantor GAPKI Jakarta, Selasa (22/10/2024) kata Eddy.

Eddy menambahkan, jika pasokan minyak sawit Indonesia ke dunia berkurang, maka harga minyak nabati dunia akan meningkat dan berdampak pada inflasi di Indonesia yang berdampak pada produksi minyak sawit.

Namun di satu sisi, Eddy menilai pemerintahan baru Kabinet Merah Putih harus mengikuti PSR dan mendorong pencabutan pembatasan yang ada.

Saya yakin pemerintah tidak akan tinggal diam sampai produksi mencukupi. kenapa Dengan B40 saja, posisi ekspor kita saat ini akan turun sekitar 2 juta ton. “Kalau B50 diterapkan, ekspor kita turun 6 juta ton,” ujarnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, permasalahan terkait pembaharuan kelapa sawit tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di Malaysia. Eddy mengungkapkan produksi minyak sawit di negara tetangga juga terhenti.

“Sekarang misalnya kita semakin mengurangi pasokan [minyak sawit] ke dunia maka harga minyak nabati dunia akan meroket, kita tidak berharap seperti itu,” ujarnya.

Eddy menambahkan biodiesel B50 membutuhkan minyak sawit sebanyak 11,5 juta ton. Lebih lanjut, lanjutnya, jika pemerintah menaikkannya menjadi B60, maka kebutuhan minyak sawit bisa mencapai 22 juta ton.

“Masalahnya kalau kita tidak meningkatkan produksi untuk meningkatkan produksi. Malah kalau harus ekspor justru berbahaya bagi kita,” ujarnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mengalami penurunan pada September 2024.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininger Vidasanti mengatakan ekspor CPO dan manufakturnya akan mengalami penurunan baik bulanan maupun tahunan pada September 2024.

Pada September 2024, total volume ekspor SPM dan produknya hanya sebesar 1,49 juta ton dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,97 juta ton.

Sementara itu, harga CPO dan produksinya secara global pada September 2024 naik menjadi US$932,05 per ton dari bulan sebelumnya sebesar US$898,90 per ton.

Amalia mengatakan, harga CPO dan ekspor produsen mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan. Secara keseluruhan, angka tersebut turun 21,64% bulan ke bulan (bulanan/bulan) dan 24,75% tahun ke tahun (tahun ke tahun).

Secara keseluruhan, nilai ekspor CPO dan produknya pada September 2024 sebesar $1,38 miliar.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *