Bisnis.com, JAKARTA – Teguh Dartanto, Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), menilai situasi perekonomian Indonesia saat ini masih baik dan stabil. Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto juga diharapkan menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menghadapi sejumlah tantangan perekonomian.
“Perekonomian Indonesia masih baik dan stabil, namun kita perlu lebih waspada. Penurunan harga selama lima bulan berturut-turut, inflasi, menyusutnya 9,5 juta orang di kelas menengah, hilangnya lapangan kerja, dan kondisi luar negeri yang tidak menentu memerlukan tindakan strategis. hati-hati daripada berpuas diri,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (23/10/2024).
Sebelumnya, pemerintah melalui Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian pada kabinet progresif Indonesia, mengatakan situasi perekonomian Indonesia tetap kuat. Inflasi dianggap rendah dan stabil, namun volatil food telah turun ke tingkat yang rendah. Pasar keuangan Indonesia relatif stabil. Rupee relatif baik terhadap beberapa negara Asia lainnya, yaitu -1,05% year-to-date (ytd).
Indeks Saham Gabungan (IHSG) pun menguat 3,94% bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada 19 September 2024. Valuation and Investment Information, Inc. (R&I) mengafirmasi Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia di BBB+, dua tingkat di atas investasi nilai.
Di sisi lain, pemerintah menghadapi sejumlah tantangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi Indonesia sebesar 0,12% pada September 2024.
Hal ini dianggap sebagai indikator menurunnya pendapatan atau pendapatan di masyarakat. Salah satu pemicunya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa daerah. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 53.993 pekerja yang terkena PHK hingga Oktober 2024.
PHK ini paling banyak terjadi di sektor manufaktur, dengan jumlah terbesar terjadi di 3 provinsi Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta. Jumlah masyarakat kelas menengah yang selalu bangga menjadi bagian dari pembangunan ekonomi juga menurun. Menurut BPS, proporsi penduduk kelas menengah berdasarkan pengeluaran akan menurun dari 21,4% pada tahun 2019 menjadi 17,1% pada tahun 2024.
Selain itu, konflik geopolitik di Eropa antara Rusia dan Ukraina masih menjadi tantangan bagi perekonomian global. Perang di Timur Tengah, konflik Israel-Palestina, diperparah dengan meluasnya perang ke negara-negara tetangga.
Tegukh terus menjelaskan bahwa tantangan tersebut perlu diantisipasi. Prakiraan pemerintahan baru diperkirakan akan menciptakan kebangkitan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025.
“Kebijakan jangka pendeknya antara lain penundaan penerapan PPN dan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat kelas menengah yang terkena PHK. Teguh melanjutkan, “Setelah ini, dalam jangka panjang, pemerintahan Prabowo-Gibran harus fokus pada penciptaan lapangan kerja di sektor formal. .
Selain itu, dana bansos tidak hanya dibutuhkan oleh kelompok ekonomi rendah saja, ujarnya. Namun, kelas menengah yang terkena PHK juga membutuhkan bantuan sosial agar mereka tidak jatuh miskin. Dalam konteks saat ini, penyaluran bantuan sosial tanpa uang tunai dan pemberian nama dan alamat merupakan langkah yang baik untuk mencegah kebocoran.
Bansos dapat disalurkan dengan cara pemberiannya, misalnya melalui skema pengajuan klaim. Masyarakat kelas menengah bisa mendaftar bantuan sosial ketika mereka terkena PHK. Jaga optimisme masyarakat
Teguh juga mengatakan, pemerintah harus mampu menjaga optimisme masyarakat ke depan. Untuk itu, pemerintahan baru harus memastikan transisi yang lancar dan berkelanjutan tanpa gangguan berarti. Terobosan ekonomi yang dicapai harus dikomunikasikan dengan baik kepada pihak-pihak terkait.
“Pemerintahan baru tidak boleh banyak memberikan janji yang tidak realistis dan mengeluarkan segala macam pernyataan yang tidak efektif. Terlebih lagi, pemerintah harus segera memberikan solusi terhadap menurunnya jumlah protes kelas menengah dan kelas menengah,” ujarnya.
Teguh juga berharap pemerintah menjaga data riil perekonomian daerah dan menjaga stabilitas ke depan. Pasalnya, kini ada beberapa daerah yang patut dipertanyakan manipulasi data inflasi daerahnya. Faktanya, data ekonomi daerah yang riil dapat membantu pemerintah pusat merumuskan solusi ekonomi yang tepat bagi seluruh masyarakat.
Menurut dia, bupati yang mempermainkan sistem terkait pengendalian data inflasi sangat berbahaya dalam mengambil keputusan karena datanya tidak akurat. Tindakan yang dilakukan antara lain menghapus insentif atau bahkan memberikan sanksi kepada daerah yang menguasai data dengan mengurangi DAU.
“Cara lainnya adalah dengan memanfaatkan teknologi big data untuk memantau dan mencatat data perdagangan daerah sehingga akurasi lebih mudah tercapai dan anggaran pemerintah lebih efisien dan efektif,” tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel