Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Indonesia (AP5I) menentang perbedaan tarif antidumping antar perusahaan eksportir udang beku.
AP5I mengatakan, harga antidumping yang dikeluarkan Departemen Perdagangan Amerika Serikat (USDOC) antara PT First Marine Seafood (FMS) dan PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dengan eksportir udang beku asal Indonesia tidak sama.
Ketua Dewan Pengawas AP5I Harry Lukmito mengatakan, Departemen Perdagangan Amerika Serikat dalam keputusan terbarunya membiarkan tingkat antidumping sebesar 0% untuk responden BMS, dan turun dari 6,3% menjadi 3,9% untuk FMS dan pelaku usaha lainnya.
“Pelaku usaha AP5I yang terdampak angka 3,9% menilai terjadi persaingan usaha tidak sehat,” kata Harry dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Senin (28/10/2024).
Menurutnya, selisih tarif antara BMS dan FMS dengan eksportir udang Indonesia lainnya sebesar 3,9% membuat pelaku usaha terdampak persaingan usaha dalam menghitung harga beli bahan baku dan harga produk udang menjadi tidak sehat. Amerika Serikat.
Oleh karena itu, perjuangan untuk menolak tuduhan pemohon masih harus dilanjutkan di hadapan Komisi Perdagangan Internasional AS (USITC), ujarnya.
Indonesia dan beberapa negara lain saat ini menghadapi tuntutan anti-subsidi dan anti-dumping untuk produk udang beku oleh Amerika. Investigasi dilakukan pada tahun 2022 hingga 2023.
Pada tanggal 25 Maret 2024, Departemen Perdagangan Amerika Serikat menetapkan bahwa penetapan awal CVD untuk Indonesia bersifat de minimis, sehingga Indonesia tidak perlu memberikan subsidi bea masuk sementara.
Kemudian pada tanggal 23 Mei 2024, Departemen Perdagangan Amerika Serikat mengeluarkan penetapan awal bahwa Indonesia telah melakukan dumping. Responden wajib yaitu BMS akan mendapat tarif 0%, sedangkan FMS dan udang beku eksportir Indonesia lainnya akan dikenakan tarif 6,3% dalam bentuk setoran tunai mulai 1 Juni 2024.
Temuan inilah yang kemudian menjadi dasar pembentukan Satgas Anti Dumping AP5I. Sebab, tingkat antidumping yang sebesar 6,3% membuat pelaku usaha terdampak kesulitan bersaing di bisnis pengolahan udang Tanah Air.
Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis temuan akhir anti-subsidi dan anti-dumping pada tanggal 22 Oktober 2024. Hasilnya, AS menurunkan bea anti-dumping terhadap eksportir FMS dan udang beku Indonesia lainnya menjadi 3,9%, sementara BMS tetap di 0%.
Bea masuk tambahan tersebut bersifat sementara hingga keputusan akhir Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat (USITC) mengenai kerugian dalam negeri AS pada tanggal 5 Desember 2024. Subsidi dan anti-subsidi terhadap bea masuk kecuali jika kerugian dalam negeri AS terbukti. penurunan tidak dilakukan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA