Bisnis.com, JAKARTA – Meningkatnya aktivitas pencurian pasir laut di perairan Indonesia menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Di tengah fokus pemerintah saat ini untuk membuka keran ekspor pasir dalam bentuk deposit lepas pantai, berbagai cara pencurian pasir laut terungkap ke masyarakat.

Baru-baru ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (MPF) mengumumkan penangkapan dua kapal asing berbendera Malaysia yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum yakni pencurian pasir laut tanpa dokumentasi lengkap.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saxono mengatakan, dua kapal penghisap pasir laut (kapal keruk) raksasa yang berhasil diamankan adalah Yang Cheng 6 dan Zhou Shun 9.

“Kapal ini teridentifikasi sebagai kapal keruk penyedot pasir laut dan sudah lama kami pantau,” kata Pung dalam keterangan resmi dikutip, Kamis (17/10/2024).

Pung mengatakan, pada 9 Oktober 2024, kapal ini berpapasan dengan kapal Orca 003 yang digunakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dari pangkalan Batam menuju Pulau Nipa. Pada saat itu, PKT sedang melakukan pengawasan di tempat.

Trenggono kemudian memerintahkan anak buahnya menghentikan kapal. Kapal ini, kata Pung, sudah lama memantau PKC karena sering memasuki perbatasan tanpa izin. Setelah diperiksa, Pung menemukan bahwa kapal tersebut tidak memiliki dokumen resmi. Hanya dokumen pribadi kapten yang ada.

Selain itu, kapal berbobot sekitar 12.000 gros ton ini membawa sekitar 10.000 meter kubik pasir laut. Saat ditanyai, kapten Indonesia itu mengaku pasir tersebut akan dibawa ke Singapura.

Namun, menurut keterangan nakhoda, Pung mengatakan kapal ini bolak-balik mengambil pasir laut sebanyak 10 kali setiap bulannya. Setelah dievakuasi, kapal membutuhkan waktu 9 jam untuk mengisi tempat penyimpanan.

“Bisa dibayangkan seperti apa tahun ini,” ujarnya.

PKC akan terus menyelidiki aktivitas kedua kapal tersebut dan menerapkan asas praduga tak bersalah. CPC telah mengumpulkan sejumlah bukti yang akan dikembangkan untuk menentukan sejauh mana pelanggaran yang dilakukan oleh kedua kapal tersebut.

“Dua kapal penambang pasir laut diduga melakukan aktivitas ilegal. “Kami sedang bekerja di perbatasan, namun kami menyedot pasir di wilayah kami,” kata Pung. 

Pekan lalu, Partai Komunis Tiongkok juga melaporkan bahwa dua kapal keruk asing berbendera Singapura telah secara ilegal mengeruk 10.000 meter kubik pasir di perairan lepas pantai Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Pung melihat langsung proses penghentian dan pemeriksaan dua kapal asing, MV YC 6 dan MV ZS 9, saat berada di atas Kapal Pengamatan (KP) Orca 03 yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Nipa, salah satu kapal yang paling banyak dikunjungi. pulau-pulau terpencil di Kepulauan Riau, Rabu (9 Oktober 2024).

“Ini merupakan bukti keseriusan kami dalam menindak tegas pihak-pihak yang menggunakan pasir laut yang tidak mematuhi aturan, apalagi tanpa izin yang sah. Badan usaha diharapkan mematuhi tata tertib administrasi dan peraturan yang berlaku. “Agar masyarakat merasakan pemanfaatan sumber daya laut dan ikan,” kata Ipunk, sapaan akrabnya, dalam siaran pers resmi, Jumat (10/11/2024).

Ipunk menjelaskan, dalam pemeriksaan MV YC 6 sebesar 8.012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 sebesar 8.559 GT, diketahui melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia yang melanggar aturan dan ketentuan. Ini hasil penggeledahan menyeluruh yang membuktikan ada kapal asing yang diduga mencuri pasir laut di wilayah Indonesia.

“Menurut pengakuan kapten kapal, mereka sering masuk ke wilayah Indonesia. Yakni dalam satu bulan bisa sampai 10 kali masuk dan keluar tanpa dokumen izin yang sah. “Sebenarnya kami tidak punya dokumen kapal, kami hanya punya akta kapten dan akta kelahiran,” ujarnya.

Kapal penghisap pasir yang mengangkut 10.000 meter kubik pasir itu membawa 16 anak buah kapal (ABK) yang terdiri dari 2 warga negara Indonesia, 1 warga negara Malaysia, dan 13 warga negara Tiongkok.

“Mereka menyedot pasir selama 9 jam dan mendapatkan 10.000cc dalam sekali perjalanan selama 3 hari. Kapal ini bisa datang ke sini 10 kali sebulan. Artinya dalam satu bulan kapal ini bisa mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia, ujarnya lagi.

Ipunk juga menegaskan, PSDKP akan terus memantau dan menertibkan kapal keruk ilegal yang beroperasi di perairan lain.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 UU No. 6 Tahun 2023 yang menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 untuk menciptakan lapangan kerja, dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang memanfaatkan perairan pantai harus mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari pemerintah pusat.

Terkait permasalahan tersebut, Ipunk juga menyinggung Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut. Ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut salah satunya adalah pemanfaatan sedimentasi di laut berupa pasir laut untuk tujuan ekspor, dengan syarat kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut dia, peraturan tersebut merupakan salah satu landasan hukum dalam penertiban wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah bertanggung jawab atas konservasi dan perlindungan lingkungan laut.

Terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Laut dan Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaaf Manopo menjelaskan hingga saat ini dalam PP no. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi, belum ada izin yang dikeluarkan pemerintah.

“Sesuai aturan, PKC tidak mengeluarkan izin kepada siapa pun. Mengenai operasional pengelolaan hasil sedimentasi. Perkiraan total potensi kerugian negara jika dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun adalah 100.000 meter kubik dikali 12 bulan, jika pasirnya diekspor maka total kerugian negara bisa mencapai ratusan miliar setiap tahunnya. “Itu hanya pasir laut, belum lagi izin-izin lainnya, mungkin bisa lebih dari itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono buka suara terkait terbitnya PP no. 26/2023 Trenggono mengatakan ekspor sedimentasi ini dapat dilakukan dalam bentuk pasir pengendapan. Namun ekspor bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Minus dampak ekspor pasir laut

Center for Economic and Legal Research (Celios) dalam laporannya menyebutkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia berpotensi menurun akibat kebijakan ekspor pasir laut atau akibat sedimentasi laut.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *