Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah berencana memberikan insentif bagi industri padat karya dalam bentuk kredit investasi. Terkait hal ini, Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara turun tangan
Industri padat karya akhir-akhir ini banyak menarik perhatian, terutama setelah raksasa tekstil PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit. Bahkan di masa lalu, terjadi PHK besar-besaran di industri padat karya.
“Pemerintah telah memberikan insentif khusus untuk kegiatan padat karya, khususnya revitalisasi mesin. Sedang disiapkan skema pinjaman investasi,” jelas Airlanga usai rapat koordinasi terbatas di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (11/03). /2024).
Ia mengaku belum bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai skema kredit investasi yang dimaksud. Airlanga hanya mengungkapkan, teknis alokasinya sedang dibahas antara Kementerian Keuangan dan Perbankan Himbara.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, pemerintah ingin industri padat karya dalam negeri lebih kompetitif namun terlindungi. Terkait hal itu, kata dia, kementerian/lembaga terkait akan membuat aturan teknisnya.
“Baik Kementerian Perindustrian dan Perdagangan sudah memiliki safeguard. Oleh karena itu, sejumlah safeguard yang matang akan terus kami terapkan,” kata Airlanga.
Sekadar informasi, Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1. Peraturan 34/2011 menjelaskan bahwa tindakan perlindungan atau pengamanan perdagangan adalah tindakan pemerintah untuk memberikan kompensasi atas kerusakan serius atau mencegah ancaman kerusakan serius terhadap industri dalam negeri. Peningkatan jumlah barang impor.
Beberapa waktu lalu, dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024 dan PMK 49/, pemerintah memperpanjang kebijakan pengenaan bea masuk pelindung (BMTP) terhadap impor kain, karpet, dan produk tekstil penutup lainnya. selama 3 tahun. Saat itu tahun 2024.
Fabrio Cacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (KMENKU), menjelaskan pertumbuhan subsektor tekstil dan produk tekstil (TPT) belum kembali ke level sebelum pandemi akibat berkurangnya permintaan pasar domestik dan ekspor. Pada saat yang sama, industri TPT semakin kompetitif dengan luar negeri.
Oleh karena itu, Fabrio melaporkan eksploitasi tenaga kerja di sektor tekstil akan menurun dari 3,98 juta pada tahun 2023 menjadi 3,87 juta pada tahun 2024. Pada saat yang sama, industri tekstil Indonesia juga menghadapi tantangan domestik dengan meningkatnya impor, khususnya dari Tiongkok.
Fabrio mengatakan pada Kamis (8/8/2024), “Pemerintah akan terus memantau situasi dan memberikan solusi untuk mendorong pemulihan kinerja dasar industri TPT dalam jangka panjang.” Awan mendung industri padat karya
Sementara nasib industri padat karya semakin jelas setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Bisnis Semarang pekan lalu. Padahal, Shritex merupakan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.
Tak hanya itu, gelombang PHK juga terjadi di industri padat karya belakangan ini. Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan 46.001 peserta industri garmen dan tekstil tidak lagi berpartisipasi karena PHK besar-besaran.
General Manager BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (2/7/2024) mengatakan, peserta aktif di berbagai sektor seperti industri sandang dan tekstil mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun. tahun. Januari 2023 hingga Mei 2024.
Dalam pemaparan Angoro, jumlah peserta aktif di sektor industri pakaian jadi mengalami penurunan sebesar 4,27% dari Januari 2023 hingga Mei 2024 atau sebanyak 24.996 peserta pada periode tersebut.
Dengan penurunan tersebut, jumlah peserta aktif di sektor ini tercatat sebanyak 559.869 peserta hingga Mei 2024 dibandingkan 584.865 peserta pada awal Januari 2023.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel