Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan setidaknya 38 pabrik tekstil berhenti beroperasi dalam 2 tahun terakhir. Faktanya, ada dua produsen pakaian besar yang yakin mereka sedang dalam tahap penutupan.
CEO API Danang Girindravardana mengatakan industri tekstil dan tekstil (TPT) mengalami kontraksi selama 7 tahun terakhir. Puncaknya, dalam 2 tahun terakhir, pakaian mengalami tekanan.
Tak hanya PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex yang menghadapi kebangkrutan merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan utang yang juga sedang dalam proses kebangkrutan. Tanpa proses hukum, banyak industri TPT yang satu per satu terpuruk.
Danang DPR RI Baleg RDPU pada Senin, 11 April mengatakan, “Pabriknya ada 38 pabrik, dalam 2 tahun terakhir ada sekitar 40 pabrik yang tutup tanpa pailit, ini persoalan yang perlu lebih kita perhatikan.” / 2024).
Da Nang menjelaskan, ada korelasi antara semua industri, mulai dari penurunan kapasitas produksi atau penurunan penjualan karena pasar dalam negeri diambil alih oleh impor.
Industri tekstil terkena dampak impor ilegal yang masuk tanpa membayar pajak dan masuk ke perekonomian ilegal. Selain itu, impor juga memenuhi pasar karena Tiongkok memproduksi secara berlebihan dan memberikan subsidi besar terhadap ekspor, sehingga menimbulkan klaim dumping.
“Apakah Sritex mewakili seluruh industri kita? Hampir, tapi yang bermasalah hukum terkait pailit melalui PKPU sebenarnya adalah Sritex dan dua perusahaan industri lainnya, selebihnya masih dalam proses pemulihan, datanglah Sritex yang dijatuhi hukuman seperti itu, itu adalah pastinya tidak mungkin, hal ini mungkin disebabkan karena “kasus perdata berbeda”.
Lebih lanjut, Danang menegaskan, industri TPT dalam negeri kalah bersaing dengan produksi impor. Namun, level playing field di negara ini tidak lagi dianggap setara. Selain itu, saat ini 60-70% produk TPT yang beredar di pasaran merupakan produk ilegal.
“Penanganan ilegal tidak mungkin dilakukan karena masuk ilegal tidak terpantau, pajak tidak dibayar, toko tidak dibayar, penjual tidak dibayar, kalau terjadi berantai maka industri bahan baku tumbang, hingga UMKM. runtuh”.
Sementara itu, impor legal dapat masuk ke Indonesia dengan biaya lebih rendah karena hambatan perdagangan yang lebih sedikit. Di sisi lain, biaya produksi di China lebih murah dibandingkan di Indonesia.
“Karena industri China infrastrukturnya sangat murah, harga listriknya 30% lebih murah, ekspornya disubsidi kalau dikirim ke sini, jadi harga di sini jauh lebih murah,” jelasnya.
Sebelumnya, dia mengatakan, sejak awal tahun hingga September, sudah ada 46.000 pekerja yang terkena PHK di industri garmen. Jumlah pekerja diperkirakan akan meningkat sebesar 30.000 pada akhir tahun ini.
“Ada dua perusahaan lain yang tidak terlibat dalam proses kebangkrutan, namun kendalanya membuat mereka tidak bisa tutup. Faktanya, satu perusahaan sudah tutup pada November tahun ini di industri sebelumnya.” .
Dia membenarkan salah satunya adalah PT Century Textile Industry Tbk. (CNTX), sebuah perusahaan pakaian besar dengan ribuan karyawan. Namun Danang tak merinci kinerja perseroan.
“Dalam iklim investasi, kalau 1-2 industri bangkrut, kemungkinan besar itu salahnya, manajemennya yang salah. Tapi kalau hampir semua industri punya masalah yang sama, mungkin salah pemerintah, kebijakannya sudah tepat,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Perwakilan Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, hingga ada perubahan kebijakan signifikan untuk mendukung industri manufaktur, termasuk perlindungan pasar, perekonomian akan tetap berjalan.
Salah satu hal terpenting terkait implementasi Permendag 8/2024 yang memberikan kemudahan impor tujuh produk, termasuk produk TPT. Regulasi tersebut disebut-sebut menjadi penyebab turunnya PMI manufaktur selama 4 bulan terakhir.
Febri (1/) seperti diumumkan pada Jumat. 11/2024).
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA