Bisnis.com, Jakarta – Serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya dinilai sebagai pertanda masih lemahnya pertahanan siber Indonesia, terutama dalam menghadapi malware yang terus berkembang.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Keamanan Siber Indonesia (Hipkasi) Desi Albert Mamahit mengatakan serangan terhadap pusat data nasional mengungkap kelemahan serius dalam sistem pertahanan siber Indonesia.
Pada Juni 2024, kelompok BrainCypher diketahui telah meretas PDNS 2 Surabaya menggunakan varian ransomware Lockbit 3.0. Serangan tersebut menutup ratusan layanan pemerintah setelah peretas menerobos pertahanan dunia maya Indonesia.
Kelemahan serius pada sistem pertahanan siber Indonesia dapat mengancam stabilitas nasional, kata Mamahit seperti dikutip, Jumat (8/11/2024).
FYI, ransomware adalah salah satu jenis malware yang setelah diinstal dapat mengunci file di smartphone, perangkat, laptop, dll. Sekitar 282 lembaga pemerintah terkena dampak pada saat serangan terjadi, 239 lembaga yang terkena dampak membutuhkan waktu lama untuk pulih karena mereka tidak memiliki rincian cadangan, dan 43 lembaga sisanya pulih lebih cepat daripada cadangannya.
Menurut Mamahit, untuk mencegah serangan serupa terjadi lagi, pemerintah perlu meningkatkan kesadaran akan risiko siber mulai dari tingkat individu hingga nasional, yang merupakan langkah awal yang penting.
“Mulai dari smartphone, komputer, gadget hingga pentingnya keamanan dalam menggunakan internet. Pemahaman tersebut harus dimiliki oleh seluruh karyawan dan manajemen di lingkungan kerja,” kata Mamahit.
Ia menekankan pentingnya pendekatan kooperatif dalam memperkuat pertahanan siber nasional. Teknologi antivirus tradisional harus dilengkapi dengan alat analisis malware yang canggih untuk mencapai deteksi ancaman yang optimal.
Integrasi berbagai perangkat lunak keamanan dan kolaborasi lintas sektor diperkirakan akan meningkatkan kemampuan Indonesia dalam memerangi serangan yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Reza Maulana, Wakil Ketua Komite Bilateral Kamar Dagang dan Industri Indonesia Hongaria dan Kroasia, mengatakan bahwa pemerintah harus fokus pada beberapa aspek siber, baik di tingkat individu, organisasi, atau bisnis. Di tingkat negara bagian.
Pemerintah dapat memperkuat kerja sama lintas batas dengan memperkuat ekosistem keamanan siber Indonesia untuk mencegah transfer pengetahuan dan serangan siber.
Sementara itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukkan Undang-Undang (RUU) Keamanan Siber ke dalam Program Legislatif Nasional (Prolegnas) Prioritas.
Mendukung delapan visi dan misi Presiden Prabowo Subianto, Kepala BSSN Hinsa Siburian Asta Cita mengatakan BSSN akan meningkatkan konektivitas dan keamanan teknologi informasi dan telekomunikasi dari ancaman siber.
Salah satunya dengan menyelesaikan naskah akademis dan draf UU Keamanan dan Ketahanan Siber pada 100 hari pertama kerja di bawah Presiden Prabowo Subianto.
“Untuk mendukung visi tersebut, BSSN akan berupaya menyelesaikan penelitian akademik, naskah akademik, dan RUU keamanan siber dan keberlanjutan,” kata (Raker) Hinsa dalam sidang eksekutif bersama Komisi I DPR, Kamis (7). /11/2024).
Hinsa mengatakan, setelah rampungnya draf naskah akademik RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, diharapkan RUU tersebut masuk dalam prolegna prioritas.
“Jika usulan tersebut diterima, kami akan mengarahkan DPR untuk memasukkannya (UU Keamanan dan Ketahanan Siber) ke dalam agenda legislasi nasional prioritas,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel