Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan berpotensi menguat pada hari ini, Rabu (16/10/2024), jelang pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia.
Mengutip Bloomberg, rupee melemah 23 poin atau 0,15% menjadi Rp 15.588,5 per dolar AS pada penutupan pasar Selasa (15/10/2024). Sementara kurs dolar AS juga turun 0,06% menjadi 103,23.
Sementara itu, sebagian besar mata uang lain di Asia melemah. Won Korea misalnya melemah 0,15% dan yuan Tiongkok melemah 0,37%. Sementara itu, Ringgit Malaysia juga melemah 0,35%, Baht Thailand melemah 0,22%, dan Rupee India terkoreksi 0,01%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pada perdagangan Rabu (16/10/2024), mata uang rupiah diperkirakan bergerak berfluktuasi. Namun rupiah berpotensi ditutup menguat di kisaran Rp 15.630 per dolar AS.
Sentimen rupiah saat ini berasal dari keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang digelar pada 15-16 Oktober 2024. Sejumlah ekonom memproyeksikan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga atau BI Receipt di angka 6%.
Ekonom Bank Danamon Indonesia Hosianna Evalita Situmorang mengatakan bank sentral akan mempertahankan suku bunganya, setelah pemotongan 25 bps bulan lalu, karena volatilitas nilai tukar rupiah.
“[Proyeksi 6%] karena volatilitas nilai tukar masih tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/10/2024).
Hosianna mengatakan BI sebaiknya menjaga stabilitas nilai tukar karena indikator-indikator utama menunjukkan titik belok ke arah perbaikan.
Secara keseluruhan, Hosianna melihat tren perlambatan di dalam negeri masih disebabkan oleh faktor eksternal. Ke depan, pihak yang masih melihat adanya ruang untuk melanjutkan penurunan suku bunga The Fed dan perekonomian Tiongkok yang perlahan bisa pulih akan menjadi katalis positif dan dampak positif terhadap perekonomian dalam negeri.
Serta Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual mengatakan stabilitas rupiah menjadi alasan Bank Indonesia mempertahankan BI Rate di angka 6%.
Menurut dia, situasi perekonomian eksternal dan geopolitik masih relatif fluktuatif. Apalagi konflik di Timur Tengah sedang memanas.
“Terutama geopolitik Timur Tengah dan kemungkinan ke depan The Fed akan terus melakukan pelonggaran kebijakan moneternya,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel