Bisnis.com, JAKARTA – Petani yang bekerja di sentra tembakau mendukung penuh upaya pemerintahan Presiden Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, yang salah satunya akan dicapai melalui pengembangan sektor strategis seperti pertanian dan perkebunan. Para petani tembakau yakin bahwa mereka akan mampu tumbuh dan berdaya saing.

Sambas, Ketua Umum Pengurus Cabang Asosiasi Produsen Tembakau Indonesia (DPC APTI) Kabupaten Bandung, mengatakan petani di wilayahnya selalu menggunakan dua produk sekaligus, yakni tembakau dan kopi, untuk meningkatkan kualitas rokok. perekonomian dan kemakmuran. Sebab, kopi dan tembakau merupakan bahan pokok yang bisa memprediksi kegagalan padi dan tanaman sampingannya.

“Banyak sawah di Kabupaten Bandung yang belum panen sejak September tahun lalu karena faktor cuaca. Namun kerugian petani tergantikan dengan panen tembakau yang baik. Kualitas dan harga yang baik membuat petani tetap mampu dan mandiri dalam mematuhi. pemenuhan kebutuhannya sehari-hari,” kata Sambas dalam siaran persnya, Kamis (11/7/2024).

Namun optimisme petani di Kabupaten Bandung untuk terus meningkatkan produktivitas lahan tembakaunya terhambat oleh Peraturan Hasil Tembakau Nomor 28 PP Tahun 2024 dan rancangan Keputusan Menteri Kesehatan (R-Permenkes).

Sekadar informasi, 17 dari 32 kecamatan di Kabupaten Bandung saat ini bergantung pada budidaya tembakau. Sebanyak 761 hektar lahan budidaya tembakau di Kabupaten Bandung.

“Sekitar 6.800 ton tembakau kering diproduksi di seluruh kecamatan, yang kemudian dijual dalam bentuk tembakau cincang dan krosok,” kata Sambas.

Pasalnya, tembakau yang selama ini menjadi produk utama daerah akan terkena dampak negatif dari regulasi terkait rokok dan rancangan Keputusan Menteri Kesehatan tersebut.

Sambas dan petani lainnya menyatakan keprihatinannya terhadap berbagai peraturan yang memberikan tekanan pada pihak terbawah, khususnya industri tembakau yang merampas hasil panen mereka. Salah satu regulasi yang mengkhawatirkan produsen tembakau adalah terkait standarisasi kemasan rokok tidak bermerek.

Faktanya, belum ada sektor industri lain yang mampu menyerap budidaya tembakau, termasuk varietas unggul Kabupaten Bandung seperti Kayangan, Simojjang dan Himar.  

“Pengaturan standarisasi kemasan rokok tidak bermerek sama saja dengan membunuh petani, karena ke depan akan mudah terjadi pemalsuan produk yang sah,” jelasnya.

Senada, Mahmudi, Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) APTI, meyakinkan bahwa hingga saat ini para produsen tembakau melakukan pemotongan tembakau atas inisiatif sendiri. Kami padukan dengan aksesoris seperti kopi, cabai, daun bawang, dan labu kuning. Langkah ini dilakukan untuk menjaga produktivitas lahan sekaligus meningkatkan pendapatan petani.

“Prinsipnya petani selalu mengupayakan segala strategi agar lahannya tetap produktif. Tujuannya adalah kesejahteraan keluarga. Sejak lama para petani tembakau mengembangkan prinsip tumpangsari. Dengan begitu kebutuhan pangan dapat terpenuhi, petani mandiri dan otomatis pendapatannya meningkat. “Padahal penanaman tumpang sari harus disesuaikan dengan tingkat kesesuaian tanah di masing-masing daerah,” jelas Mahmudi.

Petani tembakau di Jawa Timur ini juga mengamini bahwa petani tembakau mendukung penuh program visi dan misi Presiden Prabowo untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi.

Namun Mahmudi khawatir bahwa penurunan regulasi akan menjadi penghalang bagi antusiasme petani untuk menanam tembakau, yang bisa mendatangkan keuntungan dan kemakmuran. Rancangan peraturan menteri tentang industri tembakau yang masih dalam pembahasan ini bertentangan dengan tujuan pemerintahan Prabowo yang berupaya meningkatkan kesejahteraan petani.

“Kami sangat berharap di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, kita dapat mewujudkan ketersediaan dan akses pupuk bagi petani untuk meningkatkan produktivitas produksi, tanaman dan hasil pertanian, serta pendapatan dan kesejahteraan petani. Termasuk petani tembakau. yang saat ini dikelilingi regulasi yang sangat mendesak di hilir karena pada akhirnya merugikan petani di hulu. “Apalagi terkait regulasi produk tembakau yang saat ini sedang diakselerasi oleh Kementerian Kesehatan tanpa melibatkan dan mengkaji dampaknya bagi petani”, tegas Mahudi.

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *