Bisnis.com, Jakarta – Calon presiden AS Donald Trump berhasil memenangkan persaingan dalam pemilihan presiden AS. Serangkaian kebijakan ekonomi AS yang diprediksi akan terjadi di era Trump diperkirakan akan berdampak negatif terhadap pasar modal Indonesia.

Menurut laporan Reuters, Trump meraih 294 suara elektoral (electoral college) atas lawannya, Kamala Harris. Untuk terpilih menjadi presiden, seorang calon harus memperoleh suara lebih dari 270 suara.

Penghitungan suara masih berlangsung di beberapa negara bagian seperti Nevada, Arizona dan Maine. Namun, mendapatkan lebih dari 270 suara elektoral menjamin Trump akan tetap kembali ke Gedung Putih.

Lisa Camelia Suryanata, Kepala Riset NH Korindo Securitas Indonesia, mengatakan beberapa kebijakan ekonomi Amerika kemungkinan besar akan muncul di era Trump. Misalnya, tarif bea masuk umum bisa mencapai 10%. Setelah itu, pajak impor Tiongkok akan mencapai 60%. Selain itu, ada pajak impor mobil sebesar 100%.

Kemudian, meningkatkan produksi migas. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mungkin lebih rendah atau melemah karena kelebihan pasokan.

Trump juga diperkirakan akan memimpin The Fed. Trump juga dapat membatalkan kewajiban pembuatan kendaraan listrik, yang akan berdampak negatif pada komoditas terkait seperti nikel.

Selain itu, Trump juga memiliki kecenderungan untuk meningkatkan daya beli masyarakat Amerika, guna meningkatkan laju inflasi. Artinya suku bunga cenderung meningkat.

Berdasarkan kebijakan ekonomi, perang dagang kemungkinan akan kembali terjadi sehingga menyebabkan perusahaan melakukan ekspor ke Amerika Serikat.

Tiongkok akan mendapat sentimen negatif sehingga menyebabkan perekonomian semakin melambat. Jika perekonomian Tiongkok melambat, tidak menutup kemungkinan perekonomian Indonesia akan terkena dampaknya secara tidak langsung. Sebab, Tiongkok merupakan mitra dagang Indonesia. Setelah itu, produk energi akan datar.

“Trump kemungkinan akan kembali memotong pajak perusahaan,” kata Lisa kepada Bisnis, Kamis (7/11/2024).

Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dan apabila berkurang maka harus diganti dari sumber lain. Menurut dia, defisit anggaran akan terus berlanjut setiap tahunnya, pemerintah AS akan meminta Kongres Nasional menaikkan plafon utang.

“Jadi, Treasury AS pasti akan mengalir lebih banyak, yang akan menurunkan harga obligasi pemerintah AS, tetapi imbal hasil akan terus meningkat sehingga menyulitkan FFR [inflation rate] untuk turun secepat perkiraan sebelumnya,” ujarnya. dikatakan. Lisa.

Menurut dia, situasi tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia sehingga membuat pasar modal Indonesia bersorak membawa dampak buruk.

Trump kemungkinan akan menaikkan tarif barang-barang Indonesia sebesar 20%. Sedangkan menurut data hingga September 2024, ekspor Indonesia terbesar kedua adalah ke pasar Amerika. Oleh karena itu, ekspor Indonesia ke Amerika cenderung menurun.

Trump juga dipandang memberikan prioritas pada investasi dan pembangunan dalam negeri. Oleh karena itu, lebih sulit untuk memprediksi peningkatan investasi asing langsung (FDI) dari Amerika dibandingkan di bawah pemerintahan Tuan Joe Biden. 

“Sekarang kami mulai merasakan kembali pendanaan dari pasar saham Indonesia,” jelasnya.

Pasar saham Indonesia sendiri mencatatkan penjualan bersih asing sebesar Rp 1,14 triliun pada perdagangan kemarin (6/11/2024). Penjualan bersih asing mencapai Rp 1,4 triliun dalam sepekan. Namun pasar saham Indonesia mencatat pembelian asing senilai 37,590 miliar dolar AS pada tahun ini.

Setelah itu, harga produk-produk terkait energi hijau seperti nikel, komoditas utama Indonesia diperkirakan akan turun. Pasalnya Trump disebut-sebut berencana mencabut larangan mobil listrik.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *