Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Khimki) memberikan penilaian terhadap sektor industri furnitur selama kurang lebih 10 tahun di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Ketua Umum Khimki Abdul Sobur, industri furnitur Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang stabil, meski berfluktuasi, selama dekade terakhir.
“Sektor ini tetap memberikan kontribusi terhadap PDB (produk domestik bruto), terutama melalui ekspor. Meski ekspor tumbuh, namun kontribusi terhadap PDB masih rendah dibandingkan sektor lain,” kata Sobur kepada Bisnis, Kamis (17/10/2024).
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan PDB industri furnitur meningkat positif 3,60% pada tahun 2014 dan meningkat sebesar 5,17% pada tahun 2015.
Pada tahun 2019, industri furnitur tumbuh sebesar 8,35% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun pada masa pandemi, kinerjanya menurun hingga -3,36% year-on-year pada tahun 2020. Penurunan aktivitas akan terasa hingga tahun 2023, dimana pertumbuhan akan menurun hingga -2,04% year-on-year.
“Kendala utamanya adalah kurangnya investasi pada teknologi produksi, regulasi yang rumit, dan persaingan dengan negara lain seperti Vietnam,” ujarnya.
Kendati demikian, ia menekankan kontribusi industri perangkat keras dan kerajinan terhadap surplus neraca perdagangan nasional yang kuat pada kisaran 4,80% hingga 5,3% pada Januari hingga Juni 2024.
Beberapa capaian pemerintahan era Jokowi di bidang furnitur antara lain peningkatan dukungan ekspor, kemudahan akses bahan baku, dan pembentukan Asosiasi Nasional Khimki untuk memperkuat industri.
Namun evaluasi kinerja menunjukkan ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, tambahnya.
Pertama, regulasi yang dianggap memberatkan terutama dalam hal perizinan usaha dan proses ekspor. Selain itu, proses birokrasi yang panjang dapat menghambat ekspansi usaha dan investasi.
Kedua, kurangnya dukungan infrastruktur dan teknologi industri. Sobur menjelaskan, industri furnitur masih kekurangan akses terhadap infrastruktur yang memadai dan teknologi manufaktur yang efisien.
Ketiga, dukungan pembiayaan masih belum maksimal. Meski pemerintah memberikan insentif finansial, namun dukungan tersebut seringkali tidak merata dan sulit bagi UKM sektor furnitur untuk masuk, jelasnya.
Oleh karena itu, penting bagi kabinet berikutnya untuk menerapkan reformasi peraturan yang akan mendukung industri ini. Kabinet berikutnya diharapkan lebih tanggap terhadap kebutuhan industri.
“Kami berharap pemerintahan berikutnya lebih fokus pada deregulasi untuk mengurangi hambatan dalam berusaha,” ujarnya.
Ia juga menginginkan kebijakan yang memudahkan akses pembiayaan, khususnya bagi usaha kecil dan menengah, mampu bersaing di pasar global, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan inovasi produk. di pasar internasional.
Lihat berita dan artikel di Google News dan WA Channel