Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III/2024 secara triwulanan melambat. Pengusaha juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan belanjanya pada kuartal keempat tahun 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian tumbuh sebesar 4,95% (year-on-year/YoY) pada Triwulan III/2024. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II/2024 yang sebesar 5,05% (IoY).
Ekonom Pusat Reformasi Perekonomian Indonesia (Inti) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat menjadi 4,91% pada triwulan III tahun 2024. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Triwulan III/2023 (5,05%) dan Triwulan II/2024 ( 4,93%).
Padahal, kata Yusuf, konsumsi keluarga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 53,08% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan III/2024.
Guna meningkatkan daya beli masyarakat, ia menekankan pentingnya kerja sama antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah. Menurut dia, BI perlu kembali menurunkan suku bunga yang disusul dengan kebijakan belanja pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Misalnya bansos atau bansos. Apalagi kalau bicara cerita sisa tahun ini, saya kira pelaksanaan belanja pemerintah juga akan berpengaruh langsung atau tidak ada pertumbuhan ekonomi setidaknya pada tahun 2024,” kata Yusuf, Selasa (5/11/2024).
Ia juga menyebutkan produksi industri meningkat sebesar 4,72% pada Triwulan III/2024 setiap tahunnya. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu bisnis manajemen tumbuh 5,20%.
Yusuf menjelaskan, dunia usaha produksi merupakan salah satu mesin penggerak perekonomian. Menurut dia, jika pertumbuhan industri manufaktur melambat maka akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi.
“Kalau bicara pertumbuhan ekonomi yang ingin menjadi fokus pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto, faktanya pemerintah perlu mendorong pertumbuhan produksi industri yang tinggi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%,” ujarnya.
Selain itu, ia juga meyakini perekonomian negara juga akan terdampak oleh situasi politik Amerika Serikat (AS) pasca pemilihan presiden tahun 2204. Yusuf mengingatkan, Amerika merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.
Bagi Yusuf, jika Trump menang dan menerapkan kebijakan proteksionis, maka akan terjadi penurunan biaya perdagangan secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, pelemahan nilai tukar rupiah dengan permasalahan tertentu sangat mungkin terjadi.
Seperti yang terjadi di Indonesia ketika Trump menerapkan kebijakan yang sama pada tahun 2018, tutupnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel