Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede meyakini Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga di level 6% pada rapat bulanan dewan pada 19 dan 20 November 2024.
Josua tak memungkiri bahwa Bank Sentral AS (The Fed) kembali memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 poin (bps) menjadi 4,50%-4,75 pada pertemuan FMOC (Federal Open Market Committee) pada November 2024.
Keputusan The Fed, lanjut Josua, membuat Bank Indonesia (BI) lebih leluasa dalam menetapkan kebijakan suku bunga. Meski demikian, Josua menjelaskan penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed melambat.
Sebelumnya, The Fed langsung memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin, namun pada bulan ini The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.
“Penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed diperkirakan akan membatasi arus masuk ke pasar portofolio Indonesia sehingga dapat menekan rupiah,” jelas Josua kepada Bisnis, Sabtu (11/09/2024).
Apalagi, lanjutnya, hasil Pilpres AS 2024 sudah terlihat, yakni calon presiden oposisi Donald Trump menang. Perubahan lingkungan politik di AS diyakini akan membuat BI lebih memikirkan penurunan suku bunga.
Tidak hanya faktor eksternal, Josua menjelaskan, mulai Januari 2025, BI telah memperluas insentif pendanaan ke sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja dan insentif bagi UKM, serta di bidang-bidang seperti pertanian, produksi, dan perdagangan.
Dengan begitu, permintaan dalam negeri diharapkan bisa terdorong. Menurut Josua, kebijakan perluasan insentif likuiditas akan mempengaruhi aktivitas BI ke depan.
Ke depan, BI diharapkan tetap berhati-hati dalam menentukan arah suku bunga dan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah dan kondisi likuiditas dalam negeri, tutupnya.
FYI: Secara historis, BI sering mengikuti jejak Bank Sentral Amerika Serikat (AS) sebagai langkah menuju stabilitas perekonomian.
Setelah pada Oktober lalu mengumumkan suku bunga acuan dalam RDG akan tetap di angka 6%, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan arah penurunan BI rate ke depan tidak hanya ditentukan oleh kebijakan The Fed.
BI, lanjutnya, terus mencermati opsi penurunan BI rate dengan melihat perkembangan inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi.
Arah kebijakan moneter tetap. Awalnya hanya pro stabilitas, sejak bulan lalu keseimbangan antara pro stabilitas dan pro pertumbuhan, kata Perry dalam jumpa pers wartawan, Rabu (16/10/2021). 2024).
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel