Semiconductor-chl.com – Aktivis Taufik Tope Rendusara mengingatkan anggota DPRD DKI Jakarta untuk tidak mudah terperangkap oleh retorika manis dalam pembahasan transformasi Perumda PAM Jaya menjadi Perseroan Daerah (Perseroda). Menurutnya, perubahan status ini berpotensi menambah beban bagi masyarakat jika tidak diikuti oleh solusi yang konkret dan memperhatikan kepentingan publik.
Read More : Dompet Dhuafa Kerahkan Personel dan Ambulans Pasca-Insiden Al Khoziny
Rev7 PAM Jaya: Antara Janji Manis dan Ketiadaan Solusi Nyata
Taufik mengkritik dokumen Rev7 PAM Jaya yang saat ini tengah di bahas oleh DPRD DKI Jakarta. Ia menyebutkan bahwa meskipun dokumen tersebut terlihat menarik di atas kertas, kenyataannya tidak memberikan solusi konkret terhadap permasalahan yang di hadapi oleh PAM Jaya. “Rev7 memang terdengar manis di telinga, tapi miskin solusi,” kata Taufik. Ia menjelaskan bahwa dokumen ini hanya berfokus pada perubahan status hukum menjadi Perseroda tanpa mengatasi masalah mendasar seperti pengelolaan air dan kontrak lama dengan operator swasta.
Kritik terhadap Raperda dan Pembiayaan Jumbo
Taufik juga menyampaikan kritik terhadap Raperda yang di susun oleh Badan Pembinaan BUMD. Menurutnya, meskipun Raperda tersebut lebih teknokratik dan realistis, namun terlalu fokus pada pembiayaan dan tidak menyentuh masalah mendasar lainnya, seperti pengelolaan sumber daya air dan keberlanjutan pelayanan publik. Pembiayaan besar sebesar Rp23,9 triliun yang melibatkan PT Moya dengan bunga tinggi, menurutnya, akan menambah beban masyarakat Jakarta.
Risiko Privatisasi dan Masa Depan PAM Jaya
Taufik menegaskan bahwa kedua dokumen tersebut, baik Rev7 maupun Raperda, gagal memperhatikan kepentingan publik. “Rakyat Jakarta tidak membutuhkan janji manis dari investor atau presentasi PowerPoint yang indah. Mereka butuh air yang mengalir, terjangkau, dan bebas dari kontrak yang memberatkan,” ungkapnya.
Read More : Pemerintah DKI Jakarta Ubah Fungsi Gifted School Jadi SMP dan SKB